Monday, July 9, 2012

KONTROL AMARAH ANDA : Al-Nafs Dalam Propaganda Syaitan

KONTROL  AMARAH ANDA : Al-Nafs Dalam Propaganda Syaitan


Anda coba perhatikan diri anda dengan baik dan seksama dengan meluangkan waktu untuk bertafakkur, hal ini akan lebih ideal kalau dilakukan setelah melaksanakan setiap shalat lima waktu, dan lakukan sebuah hipotesa untuk mengetahui posisi biasan jiwa anda dikoridor mana, karena setiap jiwa mempunyai potensi akan hal-hal baik, atau istilah agamanya potensi malaikat dan potensi yang mengarah pada keburukan atau potensi syaitaniyah.
Barometer atau standarisasi untuk sebuah kebaikan dan keburukan tidak hanya terkungkung pada teks Naqliyah dan ‘Aqliyah akan tetapi perlu menginkutsertakan faktor waqi’iyah atau realitas dengan ragam variabelnya seperti waktu, tempat, kondisi suatu masyarat dengan tradisi dan budayanya untuk sampai pada kebeneran mutlak.
Manusia mempunyai andil terbesar dalam pemetaan kebaikan dan keburukan untuk mengciptakan global image pada tataran realita, olehnya itu Al-Nafs sebagai source dan  faktor dalam penentu kebijakan sangat penting dijaga dan selalu dikembangkan pada hal-hal positif konstruktif untuk mewujudkan sebuah keseimbangan, kedamaian, keindahan dan cinta.
Dalam sebuah komunitas apapun nama dan labelnya, pasti sangat merindukan dan mendambakan sebuah keseimbangan, keharmonisan dalam atmosfir komunitas tersebut, keseimbangan yang lahir dari G-spot atau nurani seorang hamba, keharmonisan yang bukan lahir dari tendensi material duniawi, karena pada saat keseimbangan dan keharmonisan itu lahir dari batasan duniawi, yakin hasilnya akan semu, parsial dan temporal atau bahasa lainnya mungkin adalah keseimbangan yang tidak pada takarannya, atau keharmonisan palsu.
Ada beberapa hal yang mungkin sedikit membantu untuk mengetahui sifat dan krakteristik sebuah Al-Nafs atau Jiwa yang penulis mencoba rasionalkan pada point point berikut :

PENGERTIAN AL-NAFS/JIWA
Al-Qur’an memberikan informasi tentang Al-Nafs/Jiwa pada beberapa surah sebagai berikut ;
1.     النفس الأمارة بالسوء/ Jiwa Amarah : hal ini disinggung dalam Q.S. 12. Yusuf. [53].

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيَ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
53.  Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Rab-ku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.

2.     النفس المطمئنة/Jiwa yang Tenang : kondisi jiwa ini disebutkan dalam
Q.S. Al-Fajr:27-30

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ * ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً * فَادْخُلِي فِي عِبَادِي * وَادْخُلِي جَنَّتِي.
{ الفجر: 27-30 }. 
27.  Hai jiwa yang tenang.
28.  Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
29.  Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku,
30.  Masuklah ke dalam syurga-Ku.

3.     النفس اللوامة/Jiwa yang Sesal     : Kondisi Jiwa semacam ini termaktub dalam Q.S. Al-Qiyamah 1-2
لا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ * وَلا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ. { القيامة: 1-2 }.

1.  Aku bersumpah demi hari kiamat,
2.  Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)[1530].

[1530]  Maksudnya: bila ia berbuat kebaikan ia juga menyesal Kenapa ia tidak berbuat lebih banyak, apalagi kalau ia berbuat kejahatan.

Dari ketiga krakteristik Jiwa tersebut diatas, beberapa ulama memberikan batasan pengertian Al-Nasfs/Jiwa sebagai berikut :

1.      Kata Al-Nafs dalam semua bentuknya dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 295 kali dengan konotasi makna yang berbeda-beda; Al-Nafs kadang berarti Al-Roh, juga kadang berarti Al-Insan, Alghaeb, Al-Iradah, Al-Aen. (Lihat :  Al-Mu’jam Al Mufahras Muhammad Fuad Abdul Baqi –kata Nafs)

2.      Pada awal turunya Al-Qur’an Al-Nafs atau jiwa  dalam bahasa Arab diartikan sebagai Al-Syakhs atau orang, seperti perkataan orang arab عندى ثلاثة أنفس فى الدار/ di rumah saya ada tiga orang : kata Anfs [bentuk plural Al-Nafs] diartikan sebagai orang. Pendapat ini mencoba menjelaskan bahwa ada perbedaan antara Al-Nafs dengan Al-Roh, dimana pemahaman tentang Al-Nafs dan Al-Roh itu sama/sinonim muncul pada awal abad kesatu Hijriyah  disaat terjadinya upaya penerjemahan buku-buku pilosof  yunani seperti penerjemahan kitab Aristoteles “De Anima” dengan  فى النفس dalam bahasa arab, sementara maksud dari kitab “De Anima” Aristo adalah Anima atau Psyche adalah sebuah ungkapan untuk membedakan makhluk hidup dengan jasad yang telah mati.
Aristo mengilustrasikan bahwa Al-Nafs pada tataran epistemologi merupakan tingkatan pertama dalam hal tabiat kejadian.

3.      Ibnu Utsaemin berpendapat bahwa Al-Nafs ada tiga yakni Jiwa yang jahat yaitu kondisi jiwa yang selalu menyeruh kepada amarah, Jiwa yang baik yang selalu menyeruh kepada hal-hal yang baik, dan Jiwa yang sesal, sesal karena melakukan prilaku kejahatan.

SIFAT DAN KRAKTERISTIK AL-NAFS
Telah penulis singgung pada pengertian Al-Nafs dengan mengetengahkan beberapa ayat dari A-Qur’an yang berkaitan dengan krakter Al-Nafs, yaitu Al-Nafsul Ammarah, Al-Nafsul Muthamennah dan Al-Nafsullawwamah. Disini penulis mencoba menjelaskan dengan pertolongan  Allah bahwa pada dasarnya krakter dan potensi jiwa seseorang itu ada dua yakni Ammarah dan Muthmaennah, sementara jiwa lawwamah  atau sesal merupakan sebuah bias dari kedua krakter tersebut. Anda pada  saat melakukan satu kesalahan karena faktor ammarah, lalu  anda menyesal dan merenungi perbuatan andan, maka penyesalan tersebut diistilahkan dengan Lawwamah.
Al-Nafs juga mempunyai beberapa sifat yang merupakan penyakit dan dapat menimbulkan hilangnya keseimbangan dalam sebuah komunitas diantaranya : Penyakit riya, Sombong atau angkuh, kemarahan, arogan dan beberapa sifat lainnya yang bermuara pada ‘Ammaratum bissuue”. Dari beberapa sifat tersebut diatas adalah kemarahan yang mempunyai efek yang sangat  tragis, bahkan dari sebuah jiwa yang dominan rasa marah atau temperatur tinggi dapat menghacurkan, menyakiti, melukai jiwa-jiwa yang lain yang  juga makhluk Allah.
KONTROL DAN ANTISIPASI NAFSUL AMMARAH
Rasulullah ketika kembali dari perang badar menyampaikan sebuah hadits kepada para Sahabatnya kurang lebih bahasanya : kita telah kembali dari perang kecil menuju perang besar, dan sebagian sahabat bertanya bahwa masih adakah perang  yang lebih besar dibanding perang yang telah dilalui ? beliau Rasulullah menjawab tentu yaitu berjihad melawan hawa nafsu.
Rasulullah menganjurkan kepada umatnya  ketika dalam kondisi marah hendaknya mengambil air wudlu untuk meredam dan menyiram kobaran api kemarahan yang disulut oleh syetan. Mengontrol kemarahan memang bukan persoalan simple apatalagi untuk memanagenya menjadi sebuah “positif spirit” yang manfaatnya dapat dirasakan oleh jiwa-jiwa yang lain.
Dengan berkebangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, kebanyakan medis dan perorangan melakukan survey bagaimana meredam kemarahan dengan meyodorkan beberapa tips atau langkahs untuk dikerjakan. Penulis mencoba memilih salah satu artikel anger management  sebagai berikut : 


Click here for anger management : details

Taro ki ada-ada

HTML Comment Box is loading comments...

Followers