KONTROL AMARAH ANDA : Al-Nafs Dalam Propaganda Syaitan
Anda coba
perhatikan diri anda dengan baik dan seksama dengan meluangkan waktu untuk
bertafakkur, hal ini akan lebih ideal kalau dilakukan setelah melaksanakan setiap
shalat lima waktu, dan lakukan sebuah hipotesa untuk mengetahui posisi biasan
jiwa anda dikoridor mana, karena setiap jiwa mempunyai potensi akan hal-hal
baik, atau istilah agamanya potensi malaikat dan potensi yang mengarah pada
keburukan atau potensi syaitaniyah.
Barometer
atau standarisasi untuk sebuah kebaikan dan keburukan tidak hanya terkungkung
pada teks Naqliyah dan ‘Aqliyah akan tetapi perlu
menginkutsertakan faktor waqi’iyah atau realitas dengan ragam
variabelnya seperti waktu, tempat, kondisi suatu masyarat dengan tradisi dan
budayanya untuk sampai pada kebeneran mutlak.
Manusia
mempunyai andil terbesar dalam pemetaan kebaikan dan keburukan untuk
mengciptakan global image pada tataran realita, olehnya itu Al-Nafs
sebagai source dan faktor dalam
penentu kebijakan sangat penting dijaga dan selalu dikembangkan pada hal-hal
positif konstruktif untuk mewujudkan sebuah keseimbangan, kedamaian, keindahan
dan cinta.
Dalam sebuah
komunitas apapun nama dan labelnya, pasti sangat merindukan dan mendambakan
sebuah keseimbangan, keharmonisan dalam atmosfir komunitas tersebut,
keseimbangan yang lahir dari G-spot atau nurani seorang hamba,
keharmonisan yang bukan lahir dari tendensi material duniawi, karena pada saat
keseimbangan dan keharmonisan itu lahir dari batasan duniawi, yakin hasilnya
akan semu, parsial dan temporal atau bahasa lainnya mungkin adalah keseimbangan
yang tidak pada takarannya, atau keharmonisan palsu.
Ada beberapa
hal yang mungkin sedikit membantu untuk mengetahui sifat dan krakteristik
sebuah Al-Nafs atau Jiwa yang penulis mencoba rasionalkan pada point point
berikut :
PENGERTIAN
AL-NAFS/JIWA
Al-Qur’an
memberikan informasi tentang Al-Nafs/Jiwa pada beberapa surah sebagai berikut ;
1. النفس الأمارة بالسوء/ Jiwa Amarah : hal ini disinggung
dalam Q.S. 12. Yusuf. [53].
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ
بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيَ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
53. Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,
kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Rab-ku Maha
Pengampun lagi Maha penyanyang.
2. النفس المطمئنة/Jiwa yang Tenang : kondisi jiwa
ini disebutkan dalam
Q.S. Al-Fajr:27-30
يَا أَيَّتُهَا
النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ * ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً *
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي * وَادْخُلِي جَنَّتِي.
{ الفجر: 27-30 }.
27.
Hai jiwa yang tenang.
28.
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
29.
Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku,
30.
Masuklah ke dalam syurga-Ku.
3. النفس اللوامة/Jiwa yang Sesal : Kondisi Jiwa semacam ini termaktub dalam
Q.S. Al-Qiyamah 1-2
لا
أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ * وَلا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ. { القيامة: 1-2 }.
1. Aku bersumpah demi hari kiamat,
2. Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat
menyesali (dirinya sendiri)[1530].
[1530] Maksudnya: bila ia berbuat kebaikan ia juga
menyesal Kenapa ia tidak berbuat lebih banyak, apalagi kalau ia berbuat
kejahatan.
Dari ketiga
krakteristik Jiwa tersebut diatas, beberapa ulama memberikan batasan pengertian
Al-Nasfs/Jiwa sebagai berikut :
1.
Kata Al-Nafs dalam semua bentuknya dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak
295 kali dengan konotasi makna yang berbeda-beda; Al-Nafs kadang berarti
Al-Roh, juga kadang berarti Al-Insan, Alghaeb, Al-Iradah, Al-Aen. (Lihat : Al-Mu’jam Al Mufahras Muhammad Fuad Abdul
Baqi –kata Nafs)
2.
Pada awal turunya Al-Qur’an Al-Nafs atau jiwa dalam bahasa Arab diartikan sebagai Al-Syakhs
atau orang, seperti perkataan orang arab عندى ثلاثة أنفس فى الدار/
di rumah saya ada tiga orang : kata Anfs [bentuk plural Al-Nafs] diartikan
sebagai orang. Pendapat ini mencoba menjelaskan bahwa ada perbedaan antara Al-Nafs
dengan Al-Roh, dimana pemahaman tentang Al-Nafs dan Al-Roh itu sama/sinonim
muncul pada awal abad kesatu Hijriyah
disaat terjadinya upaya penerjemahan buku-buku pilosof yunani seperti penerjemahan kitab Aristoteles “De
Anima” dengan فى النفس dalam bahasa arab,
sementara maksud dari kitab “De Anima” Aristo adalah Anima atau Psyche adalah
sebuah ungkapan untuk membedakan makhluk hidup dengan jasad yang telah mati.
Aristo
mengilustrasikan bahwa Al-Nafs pada tataran epistemologi merupakan tingkatan pertama
dalam hal tabiat kejadian.
3.
Ibnu Utsaemin berpendapat bahwa Al-Nafs ada tiga yakni Jiwa yang jahat
yaitu kondisi jiwa yang selalu menyeruh kepada amarah, Jiwa yang baik yang
selalu menyeruh kepada hal-hal yang baik, dan Jiwa yang sesal, sesal karena
melakukan prilaku kejahatan.
SIFAT DAN KRAKTERISTIK AL-NAFS
Telah penulis singgung pada pengertian Al-Nafs dengan
mengetengahkan beberapa ayat dari A-Qur’an yang berkaitan dengan krakter
Al-Nafs, yaitu Al-Nafsul Ammarah, Al-Nafsul Muthamennah dan Al-Nafsullawwamah.
Disini penulis mencoba menjelaskan dengan pertolongan Allah bahwa pada dasarnya krakter dan potensi
jiwa seseorang itu ada dua yakni Ammarah dan Muthmaennah, sementara jiwa
lawwamah atau sesal merupakan sebuah
bias dari kedua krakter tersebut. Anda pada
saat melakukan satu kesalahan karena faktor ammarah, lalu anda menyesal dan merenungi perbuatan andan,
maka penyesalan tersebut diistilahkan dengan Lawwamah.
Al-Nafs juga mempunyai beberapa sifat yang merupakan
penyakit dan dapat menimbulkan hilangnya keseimbangan dalam sebuah komunitas
diantaranya : Penyakit riya, Sombong atau angkuh, kemarahan, arogan dan beberapa
sifat lainnya yang bermuara pada ‘Ammaratum bissuue”. Dari beberapa
sifat tersebut diatas adalah kemarahan yang mempunyai efek yang sangat tragis, bahkan dari sebuah jiwa yang dominan
rasa marah atau temperatur tinggi dapat menghacurkan, menyakiti, melukai
jiwa-jiwa yang lain yang juga makhluk Allah.
KONTROL DAN ANTISIPASI NAFSUL AMMARAH
Rasulullah ketika kembali dari perang badar
menyampaikan sebuah hadits kepada para Sahabatnya kurang lebih bahasanya : kita
telah kembali dari perang kecil menuju perang besar, dan sebagian sahabat
bertanya bahwa masih adakah perang yang
lebih besar dibanding perang yang telah dilalui ? beliau Rasulullah menjawab
tentu yaitu berjihad melawan hawa nafsu.
Rasulullah menganjurkan kepada umatnya ketika dalam kondisi marah hendaknya
mengambil air wudlu untuk meredam dan menyiram kobaran api kemarahan yang
disulut oleh syetan. Mengontrol kemarahan memang bukan persoalan simple
apatalagi untuk memanagenya menjadi sebuah “positif spirit” yang
manfaatnya dapat dirasakan oleh jiwa-jiwa yang lain.
Dengan berkebangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, kebanyakan medis dan perorangan
melakukan survey bagaimana meredam kemarahan dengan meyodorkan beberapa tips
atau langkahs untuk dikerjakan. Penulis mencoba memilih salah satu artikel anger
management sebagai berikut : Click here for anger management : details