HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN
ANJING
Kepada Yth.
Bapak Bambang Hartoyo
Terima kasih atas emailnya pak,
saya sudah membaca beberapa komentars, dan menarik kesimpulan bahwa Habib Zen
Aljufri mencoba megatakan bahwa anjing
boleh kita pelihara sesuai dengan standarisasi semua mazhab dalam sunni, dan
beradasarkan pada Q.S. Al-Maidah 4.
4. mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagi
mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan
yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya
untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah
kepadamu[399]. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu[400], dan
sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya)[401]. dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat cepat hisab-Nya.
[399] Maksudnya: binatang buas itu
dilatih menurut kepandaian yang diperolehnya dari pengalaman; pikiran manusia
dan ilham dari Allah tentang melatih binatang buas dan cara berburu.
[400] Yaitu: buruan yang ditangkap
binatang buas semata-mata untukmu dan tidak dimakan sedikitpun oleh binatang
itu.
[401] Maksudnya: di waktu melepaskan
binatang buas itu disebut nama Allah sebagai ganti binatang buruan itu sendiri
menyebutkan waktu menerkam buruan.
Saya mencoba membuka buku-buku
hadits dan buku-buku fiqhi, karena untuk menjawab diskusi diatas setidaknya
perlu merefresh kembali pengatahuan fiqhi waktu belajar di tsanawiyah dulu,
dalam image saya selama ini anjing merupakan binatang najis zaatiyah –zatnya
yang najis- (mazhab Syafi’i), apatalagi air liurnya, Rasulullah memerintahkan
kita untuk mencuci bejana-bejana yang sempat dijilati atau diminum oleh anjing
sebanyak 7 kali salah satu diantaranya tanah, dan akan lebih afdhal kalo tanah
didahulukan dari air, begitu kira-kira seingat saya dalam kitabs fiqih mazhab
syafi’i.
Pada dasarnya ada beberapa hadits
yang berkaitan dengan permasalahan hukum anjing, berikut ini saya paste kan
dari beberapa kitabs hadits tentang hukum dan seluk beluk anjing :
01. Hadits Bukhari : 2145
روى
البخاري عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
( مَنْ أَمْسَكَ كَلْبًا فَإِنَّهُ يَنْقُصُ
كُلَّ يَوْمٍ مِنْ عَمَلِهِ قِيرَاطٌ إِلا كَلْبَ حَرْثٍ أَوْ مَاشِيَةٍ ) .
Artinya :
Barangsiapa yang menyentuh (mengusap)
anjing, sesungguhnya akan berkurang pahalanya setiap hari satu Qirhat kecuali
anjing yang disentuhnya adalah anjing penjaga atau penjanga binatang ternak.
02. Hadits Muslim : 2943
روى مسلم عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
( مَنْ اقْتَنَى كَلْبًا إِلا كَلْبَ مَاشِيَةٍ
أَوْ كَلْبَ صَيْدٍ نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ . قَالَ عَبْدُ
اللَّهِ : وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ : أَوْ كَلْبَ حَرْثٍ ) .
Artinya :
Barangsiapa yang memelihara anjing kecuali
anjing penjaga ternak, atau anjing untuk berburu, berkuranglah pahalnya setiap
hari satu Qirath, Abdullah berkata : dan Abu Huraerah berkata : atau anjing
penjaga.
Ibn Abdul Bar berpendapat : haditsnya
ini mengindikasikan bolehnya menjadikan anjing sebagai pemburu atau penjaga
ternak atau tanaman (kebun)
03. Hadits Ibn Majah : 3640
روى ابن ماجه عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رضي الله عنه
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
( إِنَّ
الْمَلائِكَةَ لا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلا صُورَةٌ ) صححه اٍلألباني في
صحيح ابن ماجه .
Artinya :
Ibn Majah meriwayatkan dari Ali bin
Abi Thalib yang diridhoi Allah Padanya dari Nabi s.a.w bersabda : sesunggunya
Malaikat tidak akan masuk pada suatu rumah yang terdapat anjing dan gambar.
Syeikh Albani mengangapnya Hadits Shahi dalam kitab hadits Ibn Majah.
PANDANGAN ULAMA
Jamak para ulamas berperndapat bahwa tidak dibenarkan memelihara
anjing kecuali pada tiga kategori anjings tersebut diatas (Anjing pemburu,
Anjing Penjaga ternak dan Anjing penjaga ladang), namun ada beberapa ulamas
juga berpandangan bahwa pengecualian tersebut diatas bisa dikiaskan kepada
bolehnya memelihara anjing dengan status anjing tersebut memberi manfaat dan
menolak bahaya, seperti memelihara anjing sebagai penjaga rumah.
Al-Marhum Grand Syeikh Al-Azhar Mahmud Syaltut dalam fatwanya tentang
Anjing yang berinteraksi dengan manusia dari segi najis dan kebersihannya,
beliau membolehkan memelihara anjing di rumah dengan catatan untuk menolak
bahaya dan mendatangkan manfaat, beliau juga berpendapat bahwa zat atau tubuh,
liur, dan keringat anjing adalah bersih selama anjing tersebut masih dalam
keadaan hidup, dengan demikian jika seekor anjing duduk di atas tempat tidur
atau disentuh oleh seseorang, itu tidak bernajis, dan itu tidak membatalkan
shalatnya atau ibadah-ibadah yang berkaitan dengan bersuci selama tidak ada
najis yang lengket di mulut atau di badannya, sama adanya anjing tersebut basah
atau tidak. Kondisi ini khusus untuk anjing-anjing yang mendatangkan manfaat
dan menolak bahaya. (Fatwah 16 Ramadhan
1381 H./21 Pebruari 1962)
(Fatwah ini menyalahi kaedah Hukum dasar Mazhab Syafi’i, Hanafiyah dan
Hanabila tentang status hukum tubuh, liur dan keringat anjing. imam Syafi’i,
imam Hanbali, Imam Abu Hanifah dan Al-Auza’i berpendapat bahwa anjing merupakan
Najasul Ain)
Beda halnya Syeikh Utsaemin, beliau berpendapat bahwa memelihara
anjing adalah hukumnya haram, bahkan tergolong dosa besar, karena memelihara
anjing bukan yang dikecualikan oleh Rasulullah (tekstual hadits) akan
mengurangi pahalanya setiap hari sebanyak dua Qirhat.
Setidaknya itu beberapa pendapats ulama yang masih kontraversial dari
hasil pembacaan saya pak, kalau boleh memberikan sedikit catatan bahwasanya
kesemua pendapat ulamas tersebut diatas adalah benar, hanya saja berbeda pada
pengaflikiasiannya, dalam artian ada saatnya kaum muslimin boleh memelihara
anjing dan adapula saatnya anjing haram hukumnya dipelihara. Boleh jadi ulamas
yang berpendapat bahwa seorang muslim tidak dibenarkan atau diharamkan
memelihara seekor anjing kecuali yang telah ditentukan oleh Rasulullah karena
merasa takut atau khawatir fenomena yang terjadi dibarat bagaimana orang-orang
barat hidup satu atap dengan anjing peliharaan mereka, dan menghabiskan jutaan
bahkan miliaran dana untuk anjing tersebut, sementara masih banyak manusia
untuk makan saja sangat susah (analoginya mereka memuliakan spesis anjing dari
pada spesis manusia). Ini bukan saja
berkaitan dengan masalah Taharah –bersuci- akan tetapi berkaitan dengan
jiwa, sementara menjaga jiwa dalam islam –hifdunnafs- adalah hukumnya
wajib, dalam artian bahwa seorang muslim diharamkan memelihara anjing ketika
masih ada saudaranya atau tetangganya yang masih hidup dibawah garis
kemiskinan, dengan hujjah atau alasan bahwa menjaga kestabilan kehidupan
tetangga-tetangga kita atau saudara-saudara kita baik dalam negeri maupun
diluar negeri adalah wajib menjadikan status hukum memelihara anjing itu haram.
Kalau saja kondisi masyarakat muslim sudah memadai baik dari segi
ekonomi maupun keamanaan, pada saat itu hukum kebolehan untuk memelihara anjing
berlaku dan dapat diterapkan, saya teringat sejarah islam ketika masih dalam
naungan Khilafah Islamiyah dibawah komando seorang khalifah umar bin abdul
aziz, dimana orang-orang muslim pada waktu itu kewalahan mengeluarkan zakat
malnya bukan karena mereka tidak mau mengeluarkan zakat, akan tetapi mereka
kesulitan medapatkan mustahiq zakat –orang-orang yang berhak mendapatkan
zakat-. Boleh jadi masa itu dibolehkan memelihara anjing sebagai penjaga rumah.
Wallahu a’lam bisshawaab.
Terima kasih
Wassalam
A.Aidid