Saturday, November 19, 2011

HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN ANJING


HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN ANJING

Kepada Yth.
Bapak Bambang Hartoyo

Terima kasih atas emailnya pak, saya sudah membaca beberapa komentars, dan menarik kesimpulan bahwa Habib Zen Aljufri  mencoba megatakan bahwa anjing boleh kita pelihara sesuai dengan standarisasi semua mazhab dalam sunni, dan beradasarkan pada Q.S. Al-Maidah 4.



4. mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu[399]. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu[400], dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya)[401]. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat cepat hisab-Nya.
[399] Maksudnya: binatang buas itu dilatih menurut kepandaian yang diperolehnya dari pengalaman; pikiran manusia dan ilham dari Allah tentang melatih binatang buas dan cara berburu.
[400] Yaitu: buruan yang ditangkap binatang buas semata-mata untukmu dan tidak dimakan sedikitpun oleh binatang itu.
[401] Maksudnya: di waktu melepaskan binatang buas itu disebut nama Allah sebagai ganti binatang buruan itu sendiri menyebutkan waktu menerkam buruan.


Saya mencoba membuka buku-buku hadits dan buku-buku fiqhi, karena untuk menjawab diskusi diatas setidaknya perlu merefresh kembali pengatahuan fiqhi waktu belajar di tsanawiyah dulu, dalam image saya selama ini anjing merupakan binatang najis zaatiyah –zatnya yang najis- (mazhab Syafi’i), apatalagi air liurnya, Rasulullah memerintahkan kita untuk mencuci bejana-bejana yang sempat dijilati atau diminum oleh anjing sebanyak 7 kali salah satu diantaranya tanah, dan akan lebih afdhal kalo tanah didahulukan dari air, begitu kira-kira seingat saya dalam kitabs fiqih mazhab syafi’i.
Pada dasarnya ada beberapa hadits yang berkaitan dengan permasalahan hukum anjing, berikut ini saya paste kan dari beberapa kitabs hadits tentang hukum dan seluk beluk anjing :
01.   Hadits Bukhari : 2145
روى البخاري عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
 ( مَنْ أَمْسَكَ كَلْبًا فَإِنَّهُ يَنْقُصُ كُلَّ يَوْمٍ مِنْ عَمَلِهِ قِيرَاطٌ إِلا كَلْبَ حَرْثٍ أَوْ مَاشِيَةٍ ) .
Artinya :
Barangsiapa yang menyentuh (mengusap) anjing, sesungguhnya akan berkurang pahalanya setiap hari satu Qirhat kecuali anjing yang disentuhnya adalah anjing penjaga atau penjanga binatang ternak.

02.   Hadits Muslim : 2943
روى مسلم عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
 ( مَنْ اقْتَنَى كَلْبًا إِلا كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ كَلْبَ صَيْدٍ نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ . قَالَ عَبْدُ اللَّهِ : وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ : أَوْ كَلْبَ حَرْثٍ ) .
Artinya :
Barangsiapa yang memelihara anjing kecuali anjing penjaga ternak, atau anjing untuk berburu, berkuranglah pahalnya setiap hari satu Qirath, Abdullah berkata : dan Abu Huraerah berkata : atau anjing penjaga.

Ibn Abdul Bar berpendapat : haditsnya ini mengindikasikan bolehnya menjadikan anjing sebagai pemburu atau penjaga ternak atau tanaman (kebun)

03.   Hadits Ibn Majah : 3640
روى ابن ماجه عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رضي الله عنه عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
( إِنَّ الْمَلائِكَةَ لا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلا صُورَةٌ ) صححه اٍلألباني في صحيح ابن ماجه .
Artinya :
Ibn Majah meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib yang diridhoi Allah Padanya dari Nabi s.a.w bersabda : sesunggunya Malaikat tidak akan masuk pada suatu rumah yang terdapat anjing dan gambar. Syeikh Albani mengangapnya Hadits Shahi dalam kitab hadits Ibn Majah.

PANDANGAN ULAMA
Jamak para ulamas berperndapat bahwa tidak dibenarkan memelihara anjing kecuali pada tiga kategori anjings tersebut diatas (Anjing pemburu, Anjing Penjaga ternak dan Anjing penjaga ladang), namun ada beberapa ulamas juga berpandangan bahwa pengecualian tersebut diatas bisa dikiaskan kepada bolehnya memelihara anjing dengan status anjing tersebut memberi manfaat dan menolak bahaya, seperti memelihara anjing sebagai penjaga rumah.

Al-Marhum Grand Syeikh Al-Azhar Mahmud Syaltut dalam fatwanya tentang Anjing yang berinteraksi dengan manusia dari segi najis dan kebersihannya, beliau membolehkan memelihara anjing di rumah dengan catatan untuk menolak bahaya dan mendatangkan manfaat, beliau juga berpendapat bahwa zat atau tubuh, liur, dan keringat anjing adalah bersih selama anjing tersebut masih dalam keadaan hidup, dengan demikian jika seekor anjing duduk di atas tempat tidur atau disentuh oleh seseorang, itu tidak bernajis, dan itu tidak membatalkan shalatnya atau ibadah-ibadah yang berkaitan dengan bersuci selama tidak ada najis yang lengket di mulut atau di badannya, sama adanya anjing tersebut basah atau tidak. Kondisi ini khusus untuk anjing-anjing yang mendatangkan manfaat dan menolak bahaya. (Fatwah 16 Ramadhan 1381 H./21 Pebruari 1962)
(Fatwah ini menyalahi kaedah Hukum dasar Mazhab Syafi’i, Hanafiyah dan Hanabila tentang status hukum tubuh, liur dan keringat anjing. imam Syafi’i, imam Hanbali, Imam Abu Hanifah dan Al-Auza’i berpendapat bahwa anjing merupakan Najasul Ain)

Beda halnya Syeikh Utsaemin, beliau berpendapat bahwa memelihara anjing adalah hukumnya haram, bahkan tergolong dosa besar, karena memelihara anjing bukan yang dikecualikan oleh Rasulullah (tekstual hadits) akan mengurangi pahalanya setiap hari sebanyak dua Qirhat.

Setidaknya itu beberapa pendapats ulama yang masih kontraversial dari hasil pembacaan saya pak, kalau boleh memberikan sedikit catatan bahwasanya kesemua pendapat ulamas tersebut diatas adalah benar, hanya saja berbeda pada pengaflikiasiannya, dalam artian ada saatnya kaum muslimin boleh memelihara anjing dan adapula saatnya anjing haram hukumnya dipelihara. Boleh jadi ulamas yang berpendapat bahwa seorang muslim tidak dibenarkan atau diharamkan memelihara seekor anjing kecuali yang telah ditentukan oleh Rasulullah karena merasa takut atau khawatir fenomena yang terjadi dibarat bagaimana orang-orang barat hidup satu atap dengan anjing peliharaan mereka, dan menghabiskan jutaan bahkan miliaran dana untuk anjing tersebut, sementara masih banyak manusia untuk makan saja sangat susah (analoginya mereka memuliakan spesis anjing dari pada spesis manusia).  Ini bukan saja berkaitan dengan masalah Taharah –bersuci- akan tetapi berkaitan dengan jiwa, sementara menjaga jiwa dalam islam –hifdunnafs- adalah hukumnya wajib, dalam artian bahwa seorang muslim diharamkan memelihara anjing ketika masih ada saudaranya atau tetangganya yang masih hidup dibawah garis kemiskinan, dengan hujjah atau alasan bahwa menjaga kestabilan kehidupan tetangga-tetangga kita atau saudara-saudara kita baik dalam negeri maupun diluar negeri adalah wajib menjadikan status hukum memelihara anjing itu haram.

Kalau saja kondisi masyarakat muslim sudah memadai baik dari segi ekonomi maupun keamanaan, pada saat itu hukum kebolehan untuk memelihara anjing berlaku dan dapat diterapkan, saya teringat sejarah islam ketika masih dalam naungan Khilafah Islamiyah dibawah komando seorang khalifah umar bin abdul aziz, dimana orang-orang muslim pada waktu itu kewalahan mengeluarkan zakat malnya bukan karena mereka tidak mau mengeluarkan zakat, akan tetapi mereka kesulitan medapatkan mustahiq zakat –orang-orang yang berhak mendapatkan zakat-. Boleh jadi masa itu dibolehkan memelihara anjing sebagai penjaga rumah. Wallahu a’lam bisshawaab.

Terima kasih
Wassalam
A.Aidid



Taro ki ada-ada

HTML Comment Box is loading comments...

Followers