Monday, April 5, 2010

MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN

MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN
Refleksi ramadhaniyah

Rasulullah mengajarkan kita untuk selalu mengamalkan doa yang Beliau sinyalir dalam sebuah hadits :

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَان. رواه أحمد والطبراني َ

“Ya Allah berikanlah kami keberkahan di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah umur Kami di bulan Ramadhan” H.R. Ahmad dan Thabrani

Dan Alhamdulillah segala pujian, rasa kesyukuran kita panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah memberikan kepada kita kesempatan emas ini untuk bersua dengan ramadhan, Syahrul ‘ibadah wal barakah, bulan ibadah dan penuh berkah, kesempatan ini merupakan sinyal uluhiyah –isyarah uluhiyah- bahwasanya Allah masih senantiasa menyanyangi kita semua, menginginkan kita semua kembali kepada-Nya dalam keadaan Fitrah bersih dari dosa dan angkara murka kehidupan sebagaimana Allah menciptakan kita semula.

Di kumunity kita yang “multi nikmat” ini puasa memberikan kita sebuah sisi lain -other face of life – kehidupan untuk mengingatkan kita bahwa masih banyak saudara-saudara kita yang kadang untuk makan sehari sangat susah, Puasa mengajarkan kita berbagi rasa dengan yang lain, menggelitik dan mencoba merangsang aura peduli kita kepada saudara kita yang miskin. Pernahkah kita mengingat orang-orang kelaparan ketika kita antri untuk mengambil makanan yang begitu lezat dihidangkan di Wisma Duta. Nah sensasi semacam ini yang berusaha kita munculkan dibulan ramadhan ini.

Puasa berarti menanamkan pemahaman –makrifat-, prinsip hidup bahwasanya kita adalah sosok makhluk yang mempunyai dimensi Ruhiyah bukan semata madiyah – material-, Ruh tidak butuh makan dan minum sebagaimana jasmani kita, tapi butuh kepada hidangan-hindangan yang bersifat spirit, butuh olah ruh yang mampu menjadikan dia tetap stabil dan normal sehingga tetap pada relnya yaitu Fitrah, sehingga perbuatan-perbuatan kita tidak terinspirasi dari fikiran dan emosi, tetapi terkontrol dari Fitrah atau nurani – God spot -

Pada kesempatan ini, dengan izin dan pertolongan Allah dan mari kita berdoa semoga Allah memberkahi majlis ini, merupakan saat yang menurut hemat saya sangat baik dan tepat untuk sharing atau mungkin refresh our mind tentang puasa, tidak ada salahnya kita membuka dan mengedit kembali –rechek- pengetahuan kita tentang puasa, terus terang saya sangat salut kepada Bapak-Bapak kita yang ada di KBRI Addis ini, ketika saya diminta untuk membuat kawat atau brafaks, beliau-beliau sangat teliti baik dari segi penulisan maupun susunan kalimatnya, saya berfikir kalau saja sense semacam ini juga diterapkan dalam urusan-urusan ukhrawi, pada hal-hal yang bersifat Vertikal, insya Allah hidup ini akan imbang, hidup ini akan terasa lebih indah, bukankah keseimbangan itu adalah sesuatu yang sangat indah. Dan puasa berusaha melatih kita untuk hidup imbang.

Hal pertama yang sangat esensial dan urgent menurut hemat saya adalah mengetahui hukum-hukum yang berkaitan dengan puasa, pada dasarnya puasa ada dua macam yaitu tatawwu’ atau Sunnah dan Wajib, Puasa Wajib terdiri dari Puasa Ramadhan, Puasa Kaffarat, dan Puasa Nadzar, dan saya rasa ini sudah sangat maklum diantara kita, hal yang tidak kalah urgentnya kita sorot adalah apa saja yang dapat membatalkan puasa kita.

Kalau merujuk kepada klasifikasi puasa menurut Imam Al Ghazali (Puasa Umum, Puasa Khusus, Puasa Lebih Khusus ), maka dengan kerendahan hati kita mengakui bahwa level cara berpuasa kita adalah masuk dalam kategori Puasanya orang-orang Awam atau umum, tentunya akan sangat berkaitan dengan Syari’ah atau norma-norma yang telah digariskan oleh baginda Rasulullah.

Ada dua kategori hukum mengenai hal-hal yang membatalkan puasa yang telah dirumuskan oleh ulama kita sebagai berikut :

1. Puasa Batal dan wajib menggantikan puasa tersebut pada hari yang lain
2. Puasa Batal dan wajib membayar Kaffarat.

Point Pertama : Hal-hal yang membatalkan puasa dan wajib mengganti puasa tersebut di lain hari.

- Makan dan minum : kedua hal ini dapat membatalkan puasa seseorang, adapun kalau seseorang itu lupa, maka tidak mengapa baginya untuk melanjutkna puasanya sesuai dengan landasan hadits yang diriwayatkan oleh Abu huraerah r.a. dari Rasulullah S.A.W., beliau bersabda :

من نسى وهو صائم فأكل او شرب, فليتم صومه, فإنما اطعمه الله وسقاه

Barangsiapa yang lupa sementara dia dalam keadaan berpuasa lalu dia makan atau minum, hendaknya dia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allahlah yang memberikan ia makan dan menghilangkan dahaganya.


Dalam hadits lain dikatakan :

من افطر فى رمضان ناسياً فلا قضاء عليه ولا كفاره

Orang yang berbuka di bulan Ramadhan dalam keadaan lupa, maka tidak wajib bagi dia mengganti dan tidak kaffarah baginya.





- Muntah dengan Sengaja : adapun kalau seseorang itu muntah karena tidak sengaja, maka tidak ada qada baginya dan tidak mengapa dia melanjutkan puasanya. Abu huraerah meriyatkan dari Rasiulullah S.A.W. bersabda :
من ذرعه القىء فليس عليه قضاء , ومن إستقاء عمداً فليقض

Barangsiapa yang munta karena terpaksa, maka tidak wajib baginya qada dan barangsiapa yang sengaja muntah maka wajib baginya qada.

Al-Khattabi megomentari hal ini, bahwasanya saya tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat para ulama tentang tidak wajibnya qada bagi orang yang muntah tidak sengaja dan wajibnya qada bagi orang yang muntah dengan sengaja.

- HAID DAN NIFAS : kalau seorang perempuan haid walaupun pada detik-detik menjelang berbuka puasa maka wajib baginya untuk menggati puasa tersebut.

- KELUARNYA AIR MANI : sama adanya apakah air mani itu keluar karena mencium istrinya atau memeluknya ataukah karena melakukan onani, adapun kalau keluarnya air mani itu disebabkan karena semata-mata memandang istri pada siang hari ramadhan, maka tidak mengapa dia meneruskan puasanya, demikian halnya keluarnya air madzi tidak berpengaruh pada puasa seseorang, baik air madzi itu banyak atau sedikit.

- BERNIAT IFTAR/BERBUKA : Orang yang berpuasa kemudian berniat iftar maka batal puasanya walaupun tidak makan atau minum. Ulama memberikan alas an bahwa niat merupakan salah satu rukun dari puasa.

- MEMASUKAN SESUATU ZAT KEDALAM RONGGA TUBUH : Pada umumnya ulama sepakat mengatakan suntikan obat yang dimasukan kedalam tubuh tidak membatalkan puasa, selama suntikan itu berupa obat, tidak berupa makanan, dengan alasan bahwa suntikan obat itu tidak masuk kedalam rongga perut akan tetapi bereaksi pada darah. Lain halnya bila yang disuntikan itu adalah glukosa atau yang sering kita dengar Infus, para ulama sepakat bahwa infusan makanan yang dimasukan kedalam tubuh orang yang sedang sakit membatalkan puasa








- Jika seseorang makan atau minum atau menjima/menggauli istrinya karena mengira belum masuk waktu imsak atau mengira sudah masuk waktu iftar, pada persoalan ini ulama berbeda pendapat :

01. Wajib Qada, pendapat ini diperpegangi jumhur ulama
02. Tidak ada Qada baginya dan Puasanya sah, pendapat ini di pelopori beberapa ulama diantaranya : Ishak, Daud, Ibnu Hazm, ‘Ata, ‘urwah, Hasan al Basri dan Mujahid dengan landasan Dalil Al-Qur’an :

وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosa) apa yang disengaja oleh hatimu dan adalah Allah maha pengampun lagi maha Penyayang. (Al-Ahzab Ayat 5)

Point Kedua : Hal yang membatalkan Puasa dan Wajib Kaffarah
- Al-Jima’: Melakukan hubungan suami istri pada siang hari ramadhan maka wajib bagi dia kaffarah yaitu : Memerdekakan budak atau berpuasa 2 bulan berturut-turut atau memberi makan 60 fakir miskin.

Ketiga kaffarat tersebut diatas bukan merupakan pilihan akan tetapi sebuah alternative, dalam pengertian orang yang berkewajiban membayar kaffarat tidak seenae dewe memilih salah satu yang teringan dari tiga kaffarat tersebut.

Terakhir saya ingin menyetir sebuah hadits yang Beliau Rasulunalkarim pernah katakan (aw kama qala) : Sesungguhnya setan-setan masuk ke dalam tubuh manusia mengikuti jalan darah, maka persempitlah jalannya dengan rasa lapar, dan beliau senantiasa menasehati Aisyah r.a. “sering-seringlah mengetuk pintu surga” Aisyah r.a. bertanya “dengan cara apa” Rasulullah menjawab dengan cara lapar, kemudian beliau melanjutkan sabdanya, kalau saja setan-setan tidak berkeliaran di hati manusia, tentulah mereka melihat kepada kerajaan langit, puasa itu membantu mematahkan syahwat.

semoga Allah menjaga hati kita, melapangkan hati kita untuk mencernah apa yang kita dengar dan apa yang kita lihat insya Allah.
رب اشرح لنا صدورنا ويسرلنا أمورنا

Addis Ababa, 20 Agustus 2009
A. Aidid





Dipresentasikan di Mushallah KBRI Addis Ababa

Taro ki ada-ada

HTML Comment Box is loading comments...

Followers