Wednesday, February 12, 2014

WARNING : Adu Domba Syi'ah-Sunni

Ente Seorang kafir…yabnal kalb yabnallazina ya kafara…anda keluar dari dien muhammad, ente khawarij…beberapa tudingan ini mungkin mewakili maraknya takfir di Indonesia, perseteruan sunni-syi’ah dan intervensi wahabi dalam wacana islam Indonesia akan mengantarkan pada semakin kerunya pradigma berpikir dan bermazhab di Indonesia.

Menengok kembali sejarah perkembangan pemikiran –baca:budaya-, realitas dan khazanah perkembangan ilmu pengetahuan yang pada gilirannya menjadi ushul wa furu’ dalam istimbat ahkam dalam  syari’ah akan memberikan kita stimulasi untuk mengatakan bahwa keragaman bukan berarti saling mencaci apatalagi sampai pada level pengkafiran atau takfir.

Pada tahun 1961 terbit sebuah enseklopedia Jamal Abdul Nashir al-Faqqiyah yang didalamnya mengakui keberadaan  mazhab sunni yaitu; Syafi’I, Hanafi, Hambali dan maliki, kemudian mazhab Syi’ah ; Ja’fariyah, al-‘ibadiyah dan Az-Zhahiriya. Selain itu deklarasi Mekkah, deklarasi Amman dan fatwa Al-Azhar Al-Syarief mengokohkan eksistensi syi’ah sebagai bagian daripada Islam.

Konteks dan realitas takfir di Indonesia cendrung menjadi cikal bakal dan potensi untuk memecah belah persatuan dan memporak-porandakan “pluralisme” bermazhab dalam islam. Imam Ghazali mengatakan bahwa: “kalau seandainya anda mendengar  kalimat mengkafirkan suatu kelompok yang diucapkan oleh seseorang, 99 persen di antaranya menunjukan bahwa yang bersangkutan adalah bener-bener kafir, ketahuilah masih terdapat 1 persen yang memungkinnya dinilai sebagai orang beriman, maka janganlah kafirkan dia. Membiarkan hidup seorang kafir kesalahannya jauh lebih ringan daripada membunuh karier keimanan seorang muslim.

Terkait masalah takfir, Ayatullah Muhammad Ali al-Taskhiri, Ketua المجمع العالمي للتقريب بين المذاهب الإسلامية mengatakan; "Adalah sesuatu yang wajar apabila seseorang bertahan pada pendapatnya sendiri dan membelanya dengan seksama dan sekuat tenaga. Sayangnya, kita terbiasa berdebat berdasar konsekuensi pendapat sehingga terjadilah aksi pengkafiran dan tuduhan bid’ah, padahal orang yang berpendapat itu belum tentu menerima konsekwensi tersebut.

Sebelum kita menunding atau mengklaim seseorang itu kafir, ada baiknya kita memahami pengertian kafir dalam segala asfeknya :

Dalam kamus al-ma’ani disebutkan bahwa kata “kafara” berarti seseorang yang tidak mengimani ke-esaan Allah, kenabian Muhammad, syariat yang dibawah oleh Muhammad atau tidak mengimani ketiganya. Dalam Al-Quran Surat al-ankabut:12 disebutkan;

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا اتَّبِعُوا سَبِيلَنَا

Dan berkatalah orang-orang kafir kepada orang-orang yang beriman: "Ikutilah jalan Kami, [Q.Al-ankabut:12]

Dalam dialek Quraisy, kata kafara secara umum berarti التغطية/mensiasati dan bisa berarti الستر/tirai atau menutupi. Ketika seorang petani menabur benih di lahannya al-Qur’an menyebutnya sebagai Kafir, karena petani tersebut menutupi benih yang ditabur dengan tanah.
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا

seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. [Q.Alhadid:20]

Beberapa Negara Syam [Lebanon, Palestina, Suriah dan Yordania] juga masih menggunakan kata Kafru,dan sebagian wilayah mereka dinamai Kafru sebagai ganti dari Qaryah seperti Kafrunaasij/كفر ناسج, Kafrubthanah/كفر بطنة, kafrussheikh/كفر الشيخ di Mesir.

Namun pada batasan agama Kafir berarti menyembunyikan hakikat ke-esaan Allah, kenabian Muhammad dan kebenaran Al-Qur’an.

Al-Qur’an menyebutkan kata Kafara dan Kafirun sebanyak kurang lebih 177 kali, dan dari total perulangan tersebut tidak ada satupun ayat yang menjelaskan bahwa “kekeh” terhadap sebuah pendapat dalam islam adalah kafir. Seperti pada surah Al-Baqarah kata Kafara dalam semua bentuk kalimatnya sebanyak 19 kali  [Ayat : 6, 26, 39, 88,89, 89, 93,102,102,105, 108, 126,253,161, 171, 212, 217, 257, 258] pada konotasinya tidak ada yang menunjukan kebolehan seorang muslim menuduh muslim yang lainnya sebagai seorang kafir.

Pada umumnya kafara dalah surah Al-Baqarah menyoroti karekter orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan konsekwensi kekafiran mereka sebagai penyandang predikat pendusta, penghuni kekal neraka, penyandang laknat Allah, mendengar tapi tidak mentaati dan beberapa krakter-krakter arogan lainnya.

Sebagai seorang muslim, sunnikah itu atau syi’ah, bijaksananya menarik atau mengajak saudaranya yang muslim untuk tidak terjerumus pada deretan karakter-karakter  kafir tersebut di atas. Perlu analisa dengan hati dan pikiran yang jernih dalam menyikapi semua issu-issu/persoalan yang beredar di Nusantara, mengingat jamak kelompok ekstrimis yang bisa jadi menginginkan polemik Sunni-Syi’ah sebagai media untuk menciptakan gerakan-gerakan saparatis yang mengarah pada perpecahan.

Sidney Jone, penasehat senior International Crisis Group (ICG) untuk wilayah Asia Tenggara mengatakan bahwa bukan tidak mungkin masifnya gerakan anti Syi’ah di Indonesia memposisikan Syi’ah sebagai target teroris setelah Suriah. Sidney juga mengkwatirkan adanya kelompok-kelompok radikal yang mengirim mujahidin Indonesia ke Suriah untuk membantu pemberontakan di Negara tersebut, dalam artian bahwa pasca perang Suriah akan melahirkan kader-kader yang bisa jadi menjadi cikal bakal pemberontakan di Indonesia.

Idealnya sebagai tindakan preventive, mengadakan dialog intermazhab sangat diperlukan untuk sebuah pencapaian kesefahaman dalam bermazhab, bukannya saling ngotot mempertahankan perbedaan yang potensial menciptakan konfrontasi dan intoleransi antar mazhab. Kadang harus mengeyampinkan perbedaan untuk sebuah persatuan. Toh banyak persamaan antar mazhab yang bisa dikembangkan sebagai sebuah wacana baru dalam menciftakan ukhwah islamiyah wathaniyah.

Peace..Wallahu A’lam

A.Aidid
Addis Ababa, 11 Pebruari 2014  

Taro ki ada-ada

HTML Comment Box is loading comments...

Followers