REFLEKSI RAMADHANIYAH :
Menyambut Bulan Suci Ramadhan
Menyambut Bulan Suci Ramadhan
Rasulullah mengajarkan kita untuk selalu mengamalkan doa yang Beliau sinyalir dalam sebuah hadits :
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ
وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَان. رواه أحمد والطبراني َ
“Ya Allah berikanlah
kami keberkahan di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah umur Kami di bulan
Ramadhan” H.R. Ahmad dan Thabrani
Dan Alhamdulillah
segala pujian, rasa kesyukuran kita panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah
memberikan kepada kita kesempatan emas ini untuk bersua dengan ramadhan,
Syahrul ‘ibadah wal barakah, bulan ibadah dan penuh berkah, kesempatan ini
merupakan sinyal uluhiyah –isyarah uluhiyah- bahwasanya Allah masih senantiasa
menyanyangi kita semua, menginginkan kita semua kembali kepada-Nya dalam
keadaan Fitrah bersih dari dosa dan angkara murka kehidupan sebagaimana Allah
menciptakan kita semula.
Di kumunity kita yang
“multi nikmat” ini puasa memberikan kita sebuah sisi lain kehidupan -other face
of life –untuk mengingatkan kita bahwa masih banyak saudara-saudara kita yang
kadang untuk makan sehari sangat susah, Puasa mengajarkan kita berbagi rasa
dengan yang lain, menggelitik dan mencoba merangsang aura peduli kita kepada
saudara kita yang miskin. Pernahkah kita mengingat orang-orang kelaparan ketika
kita antri untuk mengambil makanan yang begitu lezat dihidangkan di Wisma Duta.
Nah sensasi semacam ini yang berusaha kita munculkan dibulan ramadhan
ini.
Puasa berarti menanamkan pemahaman –makrifat-, prinsip hidup bahwasanya kita adalah sosok makhluk yang mempunyai dimensi Ruhiyah bukan semata madiyah – material-, Ruh tidak butuh makan dan minum sebagaimana jasmani kita, tapi butuh kepada hidangan-hindangan yang bersifat spirit, butuh olah ruh yang mampu menjadikan dia tetap stabil dan normal sehingga tetap pada relnya yaitu Fitrah, sehingga perbuatan-perbuatan kita tidak terinspirasi dari fikiran dan emosi, tetapi terkontrol dari Fitrah atau nurani – God spot -
Pada kesempatan ini, dengan izin dan pertolongan Allah dan mari kita berdoa semoga Allah memberkahi majlis ini, merupakan saat yang menurut hemat saya sangat baik dan tepat untuk sharing atau mungkin refresh our mind tentang puasa, tidak ada salahnya kita membuka dan mengedit kembali –rechek- pengetahuan kita tentang puasa, terus terang saya sangat salut kepada Bapak-Bapak kita yang ada di KBRI Addis ini, ketika saya diminta untuk membuat kawat atau brafaks, beliau-beliau sangat teliti baik dari segi penulisan maupun susunan kalimatnya, saya berfikir kalau saja sense semacam ini juga diterapkan dalam urusan-urusan ukhrawi, pada hal-hal yang bersifat Vertikal, insya Allah hidup ini akan imbang, hidup ini akan terasa lebih indah, bukankah keseimbangan itu adalah sesuatu yang sangat indah. Dan puasa berusaha melatih kita untuk hidup imbang.
Hal pertama yang sangat esensial dan urgent menurut hemat saya adalah mengetahui hukum-hukum yang berkaitan dengan puasa, pada dasarnya puasa ada dua macam yaitu tatawwu’ atau Sunnah dan Wajib, Puasa Wajib terdiri dari Puasa Ramadhan, Puasa Kaffarat, dan Puasa Nadzar, dan saya rasa ini sudah sangat maklum diantara kita, hal yang tidak kalah urgentnya kita sorot adalah apa saja yang dapat membatalkan puasa kita.
Kalau merujuk kepada klasifikasi puasa menurut Imam Al Ghazali (Puasa Umum, Puasa Khusus, Puasa Lebih Khusus ), maka dengan kerendahan hati kita mengakui bahwa level cara berpuasa kita adalah masuk dalam kategori Puasanya orang-orang Awam atau umum, tentunya akan sangat berkaitan dengan Syari’ah atau norma-norma yang telah digariskan oleh baginda Rasulullah.
Ada dua kategori hukum mengenai hal-hal yang membatalkan puasa yang telah dirumuskan oleh ulama kita sebagai berikut :
1. Puasa Batal dan wajib menggantikan puasa tersebut pada hari yang lain.
2. Puasa Batal dan
wajib membayar Kaffarat.
Point Pertama : Hal-hal yang membatalkan puasa dan wajib mengganti puasa tersebut di lain hari.
- Makan dan minum : kedua hal ini dapat membatalkan puasa seseorang, adapun kalau seseorang itu lupa, maka tidak mengapa baginya untuk melanjutkna puasanya sesuai dengan landasan hadits yang diriwayatkan oleh Abu huraerah r.a. dari Rasulullah S.A.W., beliau bersabda :
من نسى وهو صائم فأكل او شرب, فليتم صومه, فإنما اطعمه الله وسقاه
Barangsiapa yang lupa sementara dia dalam keadaan berpuasa lalu dia makan atau minum, hendaknya dia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allahlah yang memberikan ia makan dan menghilangkan dahaganya.
Dalam hadits lain dikatakan :
من افطر فى رمضان ناسياً فلا قضاء عليه ولا كفاره
Orang yang berbuka di
bulan Ramadhan dalam keadaan lupa, maka tidak wajib bagi dia mengganti dan
tidak kaffarah baginya.
- Muntah dengan Sengaja :
Adapun kalau seseorang
itu muntah karena tidak sengaja, maka tidak ada qada baginya dan tidak mengapa
dia melanjutkan puasanya. Abu huraerah meriyatkan dari Rasiulullah S.A.W.
bersabda :
من ذرعه القىء فليس عليه قضاء , ومن إستقاء عمداً فليقض
Barangsiapa yang munta karena terpaksa, maka tidak wajib baginya qada dan barangsiapa yang sengaja muntah maka wajib baginya qada.
Al-Khattabi megomentari hal ini, bahwasanya saya tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat para ulama tentang tidak wajibnya qada bagi orang yang muntah tidak sengaja dan wajibnya qada bagi orang yang muntah dengan sengaja.
- HAID DAN NIFAS :
Kalau seorang
perempuan haid walaupun pada detik-detik menjelang berbuka puasa maka wajib
baginya untuk menggati puasa tersebut.
- KELUARNYA AIR MANI :
Sama adanya apakah air
mani itu keluar karena mencium istrinya atau memeluknya ataukah karena
melakukan onani, adapun kalau keluarnya air mani itu disebabkan karena
semata-mata memandang istri pada siang hari ramadhan, maka tidak mengapa dia
meneruskan puasanya, demikian halnya keluarnya air madzi tidak berpengaruh pada
puasa seseorang, baik air madzi itu banyak atau sedikit.
- BERNIAT IFTAR/BERBUKA :
Orang yang berpuasa
kemudian berniat iftar maka batal puasanya walaupun tidak makan atau minum.
Ulama memberikan alas an bahwa niat merupakan salah satu rukun dari
puasa.
- MEMASUKAN SESUATU ZAT KEDALAM RONGGA TUBUH : Pada umumnya ulama sepakat mengatakan Suntikan obat yang dimasukan kedalam tubuh tidak membatalkan puasa, selama suntikan itu berupa obat, tidak berupa makanan, dengan alasan bahwa suntikan obat itu tidak masuk kedalam rongga perut akan tetapi bereaksi pada darah. Lain halnya bila yang disuntikan itu adalah glukosa atau yang sering kita dengar Infus, para ulama sepakat bahwa infusan makanan yang dimasukan kedalam tubuh orang yang sedang sakit membatalkan puasa
- Jika seseorang makan atau minum atau menjima/menggauli istrinya karena mengira belum masuk waktu imsak atau mengira sudah masuk waktu iftar, pada persoalan ini ulama berbeda pendapat :
01. Wajib Qada, pendapat ini diperpegangi jumhur ulama
02. Tidak ada Qada
baginya dan Puasanya sah, pendapat ini di pelopori beberapa ulama diantaranya :
Ishak, Daud, Ibnu Hazm, ‘Ata, ‘urwah, Hasan al Basri dan Mujahid dengan
landasan Dalil Al-Qur’an :
وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
Tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosa) apa yang disengaja oleh hatimu dan adalah Allah maha pengampun lagi maha Penyayang. (Al-Ahzab Ayat 5)
Point Kedua : Hal yang membatalkan Puasa dan Wajib Kaffarah
- Al-Jima’: Melakukan
hubungan suami istri pada siang hari ramadhan maka wajib bagi dia kaffarah
yaitu : Memerdekakan budak atau berpuasa 2 bulan berturut-turut atau memberi
makan 60 fakir miskin.
Ketiga kaffarat tersebut diatas bukan merupakan pilihan akan tetapi sebuah alternative, dalam pengertian orang yang berkewajiban membayar kaffarat tidak seenae dewe memilih salah satu yang teringan dari tiga kaffarat tersebut.
Ketiga kaffarat tersebut diatas bukan merupakan pilihan akan tetapi sebuah alternative, dalam pengertian orang yang berkewajiban membayar kaffarat tidak seenae dewe memilih salah satu yang teringan dari tiga kaffarat tersebut.
Terakhir saya ingin
menyetir sebuah hadits yang Beliau Rasulunalkarim pernah katakan (aw kama qala)
: Sesungguhnya setan-setan masuk ke dalam tubuh manusia mengikuti jalan darah,
maka persempitlah jalannya dengan rasa lapar, dan beliau senantiasa menasehati
Aisyah r.a. “sering-seringlah mengetuk pintu surga” Aisyah r.a. bertanya
“dengan cara apa” Rasulullah menjawab dengan cara lapar, kemudian beliau
melanjutkan sabdanya, kalau saja setan-setan tidak berkeliaran di hati manusia,
tentulah mereka melihat kepada kerajaan langit, puasa itu membantu mematahkan
syahwat.
semoga Allah menjaga hati kita, melapangkan hati kita untuk mencernah apa yang kita dengar dan apa yang kita lihat insya Allah.
رب اشرح لنا صدورنا ويسرلنا أمورنا
Addis Ababa, 01 Ramadhan 1432 H.
01 Agustus 2011 M.
A. Aidid