IHSAN KEPADA KEDUA ORANG TUA
DAN LARANGAN MENDURHAKAI KEDUANYA
بسم الله الرحمن الرحيم
Ba’da al-tahmid wa al taslim
Penulis akan memberikan sebuah
ilustrasi kenapa Allah selalu menggandengkan
atau mengurut perintah berbuat baik kepada kedua orang tua setelah ibadah
kepada-Nya. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ada tiga perkara yang disebutkan dalam
Al-Qur’an yang selalu berurutan :
1. Perintah mentaati Allah untuk selanjutnya mentaati Rasulnya [وأطيعوا الله وأطيعوا الرسول]
2. Perintah mendirikan Shalat untuk selanjutnya mengeluarkan zakat
[ وأقيموا الصلوة وآتوا الزكاة]
3. Perintah bersyukur kepada Allah untuk selanjutnya berterima
kasih kepada kedua Orang tua.
[ان
اشكرلى ولوالديك]
Al-Qur’an sangat memperhatikan
pemilihan kata dalam Nudzum – dialek bahasa Al-Qur’an- seperti
penggunana kata “dan” pada ان اشكرلى ولوالديك
–dan bersyukurlah kepada-KU dan dua orang ibu bapakmu, dalam arti lain,
penggalah ayat tersebut diatas mempunyai varian konotasi diantaranya :
-
Mensyukuri Allah dan Kedua
orang tua
-
Cara untuk mensyukuri Allah
adalah mensyukuri orang tua
-
Seseorang tidak dapat
dikatakan bersyukur kepada Allah tanpa bersyukur kepada kedua orang tuanya.
Pada kesempatan ini, kita akan
membahas bersama mengenai birrul waalidaen [برالوالدين] berbuat baik kepada kedua orang tua. Ayat
14 pada surah lukman yang mengatakan bahwa :
14. dan Kami perintahkan kepada
manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah
mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun[1]. bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Perintah
bersyukurlah kepada Allah dan kepada kedua orang tua mengindikasikan bahwa
posisi orang tua sangatlah agung dan terhormat, karena Allah menempatkannya
setelah perintah bersyukur kepada-Nya, dalam arti lain, seorang hambah tidak
akan tahu bagaimana mensyukuri Allah selama ia tidak tahu mensyukuri kedua
orang tuanya.
Al-Isra
Ayat 23-24 juga memperkuat posisi orang tua di sisi Allah, bahwasanya andaikan
tidak ada Allah yang disembah maka wajib hukumnya menyembah kepada kedua orang
tua.
Allah
berfirman :
23. dan Rab-mu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau
Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang
mulia[2].
24.
dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil".
Pada
ayat ini Allah malah mensingkrongkan antara urusan ibadah atau penyembahan
dengan ihsan atau berbuat baik kepada kedua orang tua, dan hal ini semakin
menguatkan penekanan berbuat baik kepada keduanya, dengan kata lain, seseorang
tidak akan pernah sempurna hubungan vertikalnya tanpa berbuat baik kepada kedua
orang tuanya, se’abid apapun dia, seshaleh apapun dia kalau hubungan antara
orang tua tidak layak, maka ridhah Allah
semakin menjauh darinya.
Rasulullah
bersabda :
رضا الله فى رضا
الوالدين وسخط الله فى سخط الوالدين
Artinya
:
Ridho
Allah itu tergantung pada ridho kedua orang tua, dan murka Allah tergantung
pada murka kedua orang tua.
Banyak Ayat-Ayat Al-Qur’an maupun hadits Rasulullah yang
menerangkan bagaimana penting berbakti atau berdharma kepada kedua orang tua,
Berikut ini Penulis memberikan beberapa perkataan atau
perbuatan yang mengantarkan kita durhaka kepada orang tua :
01. Melakukan
suatu perkataan atau perbuatan yang memunculkan kesedihan dalam jiwanya.
02. Mengatakan
kata uff atau ah pada keduanya
03. Membentak
atau menghardiknya
04. Bermuka
masem atau cemberut kepada keduanya
05. Bakhil
terhadap keduanya
06. Menyuruh
orang tua
07. Mencemarkan
nama keduanya.
08. Dll..
Sebelum mengakhiri tulisan ini ada baiknya kita
mendengarkan sebuah kisah sbb :
Pada suatu hari
Rasulullah saw mendatangi seorang pemuda saat menjelang kematiannya. Beliau
mengajarkan kepadanya kalimat syahadah: Lailaha illallah. Tetapi pemuda itu
lisannya terkunci.
Rasulullah saw
bertanya kepada seorang ibu yang ada di dekat kepalanya: Apakah pemuda ini
punya ibu?
Ia
menjawab: Ya, saya ibunya.
Rasulullah saw bertanya: Apakah kamu murka kepadanya?
Ibunya menjawab: Ya, saya tidak berbicara dengannya selama 6 haji (6 tahun).
Rasulullah
saw bersabda: Ridhai dia!
Ibunya menjawab: Saya meridhainya karena ridhamu padanya.
Kemudian Rasulullah
saw mengajarkan kembali kepadanya kalimat: Lailaha illallah.
Pemuda itu sekarang
dapat mengucapkan kalimat Lailaha illallah.
Rasulullah saw
bertanya kepadanya: Apa yang kamu lihat tadi?
Pemuda menjawab: Aku
melihat seorang laki-laki yang berwajah hitam, pandangannya jahat, pakaiannya
kotor, baunya busuk; ia mendekat kepadaku, dan marah padaku.
Kemudian Rasulullah
saw membimbingnya membaca:
يَا مَنْ يَقْبَلُ الْيَسِيْرَ
وَيَعْفُو عَنِ الْكَثِيْرِ اِقْبَلْ مِنِّى الْيَسِيْرَ، وَاعْفُ عَنِّي
الْكَثِيْرَ اِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Wahai Yang Menerima
amal yang sedikit dan Mengampuni dosa yang banyak, terimalah amalku yang
sedikit, dan ampuni dosaku yang banyak, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan
Maha Penyayang.
Lalu ia mengucapkannya.
Rasulullah
saw bertanya lagi: Lihatlah sekarang apa yang kamu lihat?
Pemuda menjawab: Aku melihat seorang laki-laki yang berwajah putih dan indah, harum baunya, bagus pakaiannya; ia mendekat padaku, dan aku melihat orang yang berwajah hitam itu menjauh dariku.
Rasulullah saw
bersabda: Perhatikan lagi, ia pun memperhatikan. Kemudian beliau bertanya: Apa
yang kamu lihat sekarang.
Pemuda menjawab: Aku
tidak melihat lagi orang yang berwajah hitam itu, aku hanya melihat orang yang
wajahnya putih, dan cahaya meliputi keadaan ini. [3]
KBRI
Addis Ababa
A.Aidid
Addis
Ababa, 08 Maret 2011
-------------------------------------------------------------------------
NB.
Dipresentasikan di Ruangan DWP KBRI Addis Ababa