Haji adalah panggilan suci Allah kepada hambaNya, merupakan salah satu kewajiban utama bagi seorang muslim yang harus dipenuhi bagi orang yang mampu (istita'a) baik dari segi material dan nonmaterial, tentunya berdasarkan dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah dan RasulNya. Dewasa ini dengan menjamurnya Yayasan-Yayasan atau KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji ) dalam populasi masyarakat Bugis, sangat membantu masyarakat khususnya yang masih buta dalam persoalan pelaksanaan ibadah haji, tanpa mengurangi peran penting Yayasan-Yayasan tersebut, kita tidak dapat pungkiri atau menutup mata bahwa masih banyak kita temukan tata cara pelaksanaan ibadah haji yang masih tidak sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan agama, baik itu salah dalam praktek ibadah ataupun merupakan praktek-praktek tambahan ( Bid'ah ).
Dalam buku kecil ini penulis mencoba menguraikan beberapa persoalan yang erat hubungannya dengan tata cara pelaksanaan ibadah haji khususnya dalam lingkungan masyarakat bugis , kontaminasi budaya Bugis dengan Ibadah haji mengelitik penulis untuk mengomentari beberapa peraktek pelaksanaan ibadah haji yang kurang sesuai dengan anjuran Rasulullah, dalam bahasa syariatnya dapat kita katakan sebagai Bida'ah dimana beberapa hal tersebut dapat mempengaruhi keabsahan pelaksanaan ibadah yang kita laksanakan
Pada dasarnya prilaku tersebut dalam hal ini Ma’ Barazanji, Mappatoppo, Ma’bau dan Ma’ baddelen sebagai soroton utama dalam buku ini secara turun temurun masyakarat Bugis telah mempraktekannya, bahkan khususnya praktek Ma’barazanji, Mappatoppo dan Ma’bau telah menjadi keharusan dalam pelaksanaan Ibadah Haji, hingga muncullah anggapan bahwa pelaksanaan Ibadah haji tidak sah manakalah tidak mencium hajar aswad ( Ma’bau ) atau ibadah haji kurang afdhal kalo tidak Ma’patoppo . kalau anggapan-anggapan atau keyakinan tersebut tetap ada pada setiap jama’ah yang akan melaksanan ibadah haji, maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan ibadah haji perlu dipertanyakan.
Terakhir, harapan penulis semoga buku kecil ini dapat bermamfaat kepada segenap umat islam pada umumnya dan masyarakat bugis pada khususnya.tentunya tidak menutup kemungkinan dalam buku kecil ini ada kesalahan dan kehilafan penulis, olehnya itu saran, kritik dan tambahan penulisa sangat harapkan dari pembaca, wallahul moaffeq ilaa aqwamitarieq. Wallahu a’lam.
First Settlement Mogawar 06
Bld. A.31 Flat 08 New Cairo
Arab Rep. of Egypt
Dalam buku kecil ini penulis mencoba menguraikan beberapa persoalan yang erat hubungannya dengan tata cara pelaksanaan ibadah haji khususnya dalam lingkungan masyarakat bugis , kontaminasi budaya Bugis dengan Ibadah haji mengelitik penulis untuk mengomentari beberapa peraktek pelaksanaan ibadah haji yang kurang sesuai dengan anjuran Rasulullah, dalam bahasa syariatnya dapat kita katakan sebagai Bida'ah dimana beberapa hal tersebut dapat mempengaruhi keabsahan pelaksanaan ibadah yang kita laksanakan
Pada dasarnya prilaku tersebut dalam hal ini Ma’ Barazanji, Mappatoppo, Ma’bau dan Ma’ baddelen sebagai soroton utama dalam buku ini secara turun temurun masyakarat Bugis telah mempraktekannya, bahkan khususnya praktek Ma’barazanji, Mappatoppo dan Ma’bau telah menjadi keharusan dalam pelaksanaan Ibadah Haji, hingga muncullah anggapan bahwa pelaksanaan Ibadah haji tidak sah manakalah tidak mencium hajar aswad ( Ma’bau ) atau ibadah haji kurang afdhal kalo tidak Ma’patoppo . kalau anggapan-anggapan atau keyakinan tersebut tetap ada pada setiap jama’ah yang akan melaksanan ibadah haji, maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan ibadah haji perlu dipertanyakan.
Terakhir, harapan penulis semoga buku kecil ini dapat bermamfaat kepada segenap umat islam pada umumnya dan masyarakat bugis pada khususnya.tentunya tidak menutup kemungkinan dalam buku kecil ini ada kesalahan dan kehilafan penulis, olehnya itu saran, kritik dan tambahan penulisa sangat harapkan dari pembaca, wallahul moaffeq ilaa aqwamitarieq. Wallahu a’lam.
First Settlement Mogawar 06
Bld. A.31 Flat 08 New Cairo
Arab Rep. of Egypt