Abstract
Sejarah Menorehkan kemunduran Islam dan terjadinya disintegrasi besar-besaran pada abad kelima hijri, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa ada kekuatan-kekeuatan barus islam yang muncul seperti Ghaznavid dan bani Saljuk di belahan timur, Bani Fatimiyah di Maroko, Mesir dan Syam, Buyids di Irak dan wilayah sekitarnya, namun negara-negara kecilnya ini saling berseteru satu dengan yang lainnya. Perseteruan Sunni dan Syiah juga turut mewarnai perkembangan Perpolitikan yang berimbas pada maraknya periwayatan-periwayatan palsu.
Keterpurukan ini kemudian menjadi “berkah” pada perkembangan Kodifikasi, preservasi dan konservasi hadis secara global yang pada gilirannya melahirkan karya-karya penomenal. Pada Abad ini lahir deratan ulama-ulama besar menjadi Musnid, Muhaddis, Mufid, Al-Hafidz dan Amir Al-Mu’minin dalam Hadis.
Diantara karya-karya ulama hadis Abad kelima dapat dikatakan hampir meliputi semua disiplin ilmu yang berkaitan dengan hadis termasuk dalam hal ini kitab tarajum, tawarikh, kitab sirah, dan syarah hadis.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Kontekstasi perpolitikan abad Kelima ditandai dengan redupnya
Kekhalifaan Abbasiyah dan munculnya kekuatan-kekuatan (baca : Dinasti) baru
dalam dunia perpolitikan Islam, di timur muncul Ghaznavid dan Bani Saljuk, Bani
Fatimiyah di Maroko, Mesir dan Syam, ada dinasti Buyids di Persia dan Irak pada
rentang abad Kelimah Hijriyah, kebangikatan Kodifikasi, Preservasi dan
Konservasi serta metodelogi Kodifikasi hadis dan ilmu hadis juga memiliki
hirarkinya masing-masing. Kalau di Abad sebelumnya ulama-ulama hadis lebih
cendrung mengumpulkan antara kitab shahi yang memiliki corak yang sama dalam
metodelogi penyusunan hadis atau ilmu hadis abad ketiga yang menghasilkan karya
seperti shahi Ibn Khuzaimah (w. 311 H.), Ibn Hibban (w. 354 H.), Ibn Al-Sakan (w.
353 H.), Sunan Abi bakar Al hamdani (w. 347 H.), sunan Abi Bakar AL-Najjab Al
Hanbaly (w. 348 H.), Musnad Al-Syaibani (w. 303 H.), Musnad Al-Ruyani (w. 307
H.), Musnad Abi Hatim Al-Tamimy (w. 327 H.), Musnad Abi Ya’la (307 H.) dan
deratan karya-karya lainnya, di Abad Kelima Hijriyah lebih dalam lagi dalam
melakukan kodefikas hadis dan ilmu hadis. Selain melanjutkan karya-karya abad
sebelumnya, ulama-ulama abad kelima menggunakan metodelogi baru dengan
melakukan istikhraj, atau Aljam’u baina Al-Sahihain, metode Al-Sunan dan
Masanid, penyusunan Tafsir Al-Ma’tsur, kitab Tawarikh dan beberapa metode
kodifikasi hadis lainnya. Dalam metode Al-Mustakhraj melahirkan kitab-kitab
seperti; mustakhraj Ibn Al-Mardawy (w. 416 H), Abi Na’im Al-Ashfahani (w. 430 H
), mustakhraj al-Khallal (w. 439 H). atau metodelogi Al-sunan seperti Sunan Abi
Al-Qasim (418 H), Sunan Al-Baihaqi (458 H ) dan beberapa karya lainnya.
Beberapa karya lain dalam Hadis dan Ilmu hadis abad kelima adalah penyusunan
hadis tematik seperti perkara iman, Ikhlas, bersuci, atau kitab-kitab dakwah
seperti karya Abu Al-Abbas Ja’far bin Muhammad bin Al-Mustagfir (w. 432 H.)
Selain itu, pada abad ini juga terdapat kecendrungan
baru yang terjadi di kalangan ulama-ulama hadis dan ilmu hadis yaitu rihlah
ilmiyah dalam pencarian hadis dari madrasah-madrasah hadis cross-region,
hal ini yang menjadi karakter Kodifikasi hadis dan ilmu hadis rentang waktu
abad kelima yang tidak dimiliki abad-abad sebelumnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
Merujuk
perihal pada latar belakang masalah tersebut pada point A, penulis memberikan
skema rumusan masalah sebagai berikut :
1. Peran ulama hadis dalam melestarikan kodifikasi Hadis Abad kelima
Hijriyah
2. Identifikas Ulama-Ulama Hadis dan Ilmu Hadis Abad kelima Hijriyah.
3. Karya-Karya Ulama Abad Kelima
4. Metodelogi Kodifikasi Hadis Abad Kelima
-
Tematik dan Tabwib
-
Al-Jam’u Baina Al-Kutub
Al-Haditsah
-
Syarah
-
Tarjamah dan Talkhish
-
Tawarikh Al-Buldan
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari
penulisan makalah ini diantaranya sebagai berikut :
·
Mengenal ulama-ulama abad
kelima yang memberikan kontribusi pada penjagaan Al-Sunnah
·
Mengurai Metodelogi yang
digunakan dalam penyusunan dan penulisan karya-karya mereka dalam hadis maupun
ilmu hadis
· Mengemukan satu contoh metode yang digunakan oleh ulama abad kelima dalam kodifikasi hadis.
BAB II
KONTRIBUSI ULAMA HADIS ABAD KELIMA TERHADAP AL-SUNNAH
A. Tongkat Estafet Kodifikasi Al-Sunnah
Peran ulama pada abad kelima Hijriyah (abad ke-11 Masehi) dalam hadis
sangatlah signifikan. Mereka tidak hanya berperan sebagai perawi hadis, tetapi
juga sebagai ahli ilmu hadis yang aktif dalam mengumpulkan, menganalisis, dan
mengklasifikasikan hadis-hadis serta menyebarkannya kepada umat Islam. Abad ini
dianggap oleh para ulama sebagai akhir dari periode emas kodifikasi hadis, di
mana pengumpulan sumber-sumber asli yang ditandai dengan sanad yang terhubung
langsung ke Rasulullah SAW berhenti (متصل السند), dan riwayat dengan sanad tidak lagi
dianggap sah setelah itu. Para ulama menolak menerima hadis yang tidak
ditemukan pada salah satu dari para imam terdahulu. Imam al-Baihaqi (458 H)
seperti yang disampaikan oleh Ibnu al-Salah dalam "Muqaddimahnya"
mengatakan: "Barang siapa datang dengan hadis yang tidak ada pada mereka
semua, maka hadis tersebut tidak akan diterima darinya. Dan barang siapa datang
dengan hadis yang mereka ketahui, maka orang yang meriwayatkannya tidak boleh
menyendiri dalam meriwayatkan, dan kekuatan argumen terletak pada riwayat
hadisnya dari riwayat orang lain, serta tujuan dari riwayatnya, dan
mendengarkan darinya sehingga hadis tersebut menjadi berkesinambungan dengan
kata "Telah menceritakan kepada kami" dan "Telah mengabarkan
kepada kami", dan keistimewaan ini tetap menjadi kehormatan khusus bagi
umat ini sebagai kehormatan bagi Nabi kita yang terpilih, SAW."[1]
Berikut adalah beberapa peran utama
ulama pada abad kelima Hijriyah dalam bidang hadis:
Pengumpulan Hadis: Ulama pada abad kelima Hijriyah secara aktif terlibat dalam
pengumpulan hadis-hadis Rasulullah Muhammad SAW. Mereka melakukan perjalanan ke
berbagai madrasah-madrasah hadis di beberapa wilayah Islam untuk menemui
perawi-perawi hadis, memeriksa keabsahan hadis-hadis yang mereka laporkan, dan
mengumpulkannya dalam koleksi-koleksi hadis yang kemudian menjadi sumber utama
dalam tradisi hadis Sunni.
Penelitian dan Analisis Hadis: Ulama pada abad kelima Hijriyah memainkan peran
penting dalam penelitian dan analisis hadis-hadis yang mereka temui. Mereka
menggunakan metodologi kritis untuk menilai keabsahan sanad (rantai perawi) dan
matan (teks) hadis, serta untuk menentukan kredibilitas dan keaslian hadis
tersebut.
Penyusunan Koleksi Hadis: Beberapa ulama pada abad kelima Hijriyah menyusun
koleksi-koleksi hadis yang terkenal dan menjadi referensi utama dalam ilmu
hadis, seperti "Sahih al-Bukhari" oleh Imam Bukhari dan "Sahih
Muslim" oleh Imam Muslim. Penyusunan koleksi-koleksi ini melibatkan proses
seleksi yang ketat terhadap hadis-hadis yang akan disertakan, dengan
mempertimbangkan kriteria kredibilitas dan relevansi.
Pengajaran dan Penyebaran Ilmu: Ulama pada abad kelima Hijriyah tidak hanya
mengumpulkan dan menganalisis hadis, tetapi mereka juga aktif dalam mengajar
dan menyebarkan ilmu hadis kepada umat Islam. Mereka menyelenggarakan
pengajian-pengajian, memberikan kuliah-kuliah, dan menulis karya-karya ilmiah
untuk membagikan pengetahuan tentang hadis kepada generasi berikutnya.
Melakukan bantahan terhadap Hadis Palsu: Selain menyebarkan hadis-hadis
yang sahih, ulama pada abad kelima Hijriyah juga terlibat dalam pertarungan
melawan penyebaran hadis-hadis palsu atau lemah. Mereka menggunakan pengetahuan
dan otoritas mereka untuk mengidentifikasi dan menolak hadis-hadis yang tidak
dapat dipercaya, sehingga menjaga kesucian dan keaslian sumber-sumber hadis.
Melalui
peran-peran ini, ulama pada abad kelima Hijriyah berperan penting dalam
memelihara dan mengembangkan ilmu hadis dalam tradisi Islam. Karya-karya mereka
telah memberikan kontribusi besar terhadap pemahaman agama Islam dan praktik
umat Islam hingga saat ini.
B.
Ulama-Ulama Hadis Abad Kelima
Pada abad kelima Hijriyah, para ulama telah menyusun berbagai kitab
dalam bidang hadis dengan menggunakan metode al-jam-u baina Al-Shahihain atau
Al-jam’u baina Al-kutub Al-Sitta, Mustakhraj, Masanid, Tawarikh, Ma’ajim dan
kitab-kitab dakwah atau fawaid; diantara
kitab-kitab mustakhraj yang terkenal
sebagai berikut:
1.
Kodifikasi Hadis mengikut metodelogi Al-Jam’u
A.
Jam’u Al-Shahihain
·
Al-Jam’u baina Al-Shahihain :
Penyusun : Al Hafidz Abu
Mas’ud Ibrahim bin Muhammad bin ‘Ubaid Al-Dimasyqy (w 401 H), Penyusunannya
dilakukan berdasarkan Masanid[2]
·
Al-Jam’u Baina Al-Shaihain :
Penyusun : Ismail bin Ahmad
yang dikenal dengan Ibn Al-Furat (w 414 H)
·
Al-Jam’u baina Al-Shahihain :
Penyusun : Abu Bakar Ahmad bin
Muhammad bin Ghalib Al-Burqani (w 425 H)
·
Al-Jam’u baina Al-Shahihain :
Penyusun : Al-Imam Abu
Abdullah Muhammad bin Nashr Al-Humaidy Al-Andulisy (w 488 H), dalam penyusunannya
Al-Humaidy banyak memberikan tambahan pada matan dan sanad hadis pada keduanya
dalam faidah-faidah penting, manuskripnya dapat ditemukan di Perpustakaan
Al-Jami’ Al-Islamy di Madinah dengan no. 585 dan no. 1430.
·
Al-Jam’u baina Al-Shahihain :
Penyusun : Abu Muhammad Al-Husain
bin Mas’ud Al-Farra-i Al-Baghawy (w 516 H)
·
Al-Jam’u baina Al-Shahihain :
Penyusun : Abu Muhammad Abdu
Al-Haq bin Abdu Al-Rahman bin Abdullah Al-Asybily (w 581 H)
·
Al-Jam’u baina Al-Shahihain :
Penyusun : Abu Abdullah
Muhammad bin Husain Al-Mary Al-Anshary (w 582 H)
·
Al-Jam’u baina Al-Shahihain :
Penyusun : Abu Hafsha Umar bin
Badr bin Sa’id Al-Mushily (w 622 h)
·
Al-Jam’u baina Al-Shahihain :
Penyusun : Abu Muhammad
Al-Hasan bin Muhammad bin Hasan Al-Shaghani (w 650 h), kitab ini dicetak dengan
nama : Masyariq Al-Anwar Al-Nabawiyah bin Shihahi Al-Akhbar Al-Musthafawiyah
B. Jam’u
Kutub Al-Khamsah/Al-Sitta
·
Al-Tajrid Li Al-Shihahi wa Al-Sunan :
Shahihain, Al-Muwatta, Sunan Turmidzi, Abud Daud, dan Al-Nasa-i.
Penyusun : Al-Hafidz Abu
Al-Hasan Razin bin Mu’awiyah Al-Sarqisthy (w 535 H)
·
Al-Jam’u baina Al-Kutub Al-Sitta kecuali Sunan
Ibn Maja.
Penyusun : Abu Muhammad Abdu
Al-Haq bin Abdu Al-Rahman Al-Isybily (w 581 H)
·
Jami’ Al-Ushul fi Ahaditsi Al-Rasul.
Penyusun : Majiduddin Al
Mubarak bin Muhammad bin Al-Atsir Al-Jazary (w 606 H)
·
Anwar Al-Mishbah fi Al-Jam’i baina Kutub
Al-Sitta Al-Shihahi
Penyusun : Abu Abdullah bin
Atiq bin ‘Ali Al-Tajiyi Al-Qharnathy (w
646 H)[3]
2.
Al-Mustakhrajaat
Ulama-ulama Abad ini juga banyak
melakukan kodifikasi hadis dengan menggunakan metode Al-Mustakhraj, suatu
metode yang digunakan oleh seorang Ahli Hadis dengan mengeluarkan hadis-hadis
dari literasi utama dengan menggunakan jalur periwayatan yang berbeda dengan
yang digunakan oleh penyusun kitab hadis yang dijadikan rujukan. Karya-karya
mustakhraj abad kelima diantaranya sebagai berikut:
·
Mustakhraj Al-Hafiz Abu Bakar Ahmad bin Musa
Al-Asbahani, yang dikenal sebagai Ibn Mardawaih (w 416 H): Al-Mardawaih
melakukan penyusunan Al-Mustakhraj dengan menjadikan kitab Kitab Shahi Bukhari
sebagai literasi utama. Dalam Mustakhraj ini berisikan apa yang disampaikan
oleh imam bukhari dengan jalur periwayatan yang berbeda.
·
Mustakhraj Al-Hafiz Ahmad bin Abdullah bin
Ahmad, yang dikenal sebagai Abu Nu'aim Al-Asfahani (w 430 H): beliau juga
merupakan pengarang "Mustakhraj Abu Nu'aim", yang berisi hadis-hadis
yang dikeluarkan dari dua kitab shahi; Bukhari dan Muslim.
·
Mustakhraj Abu Muhammad Al-Hasan bin Abu Talib
Al-Baghdadi, yang dikenal sebagai Al-Khallal (w 439 H): kitab "Mustakhraj
Al-Khallal" ini juga mengekspolrasasi hadis-hadis yang terdapat dalam Sahihain (Sahih Bukhari dan
Muslim).
Beberapa ulama pada abad kelima telah mengembangkan metode penyusunan
kitab berdasarkan Mustakhrajat, di mana mereka mengumpulkan hadis-hadis dari
berbagai kitab tanpa terbatas pada Sahihain saja. Salah satu contohnya adalah Mustakhraj
Al-Hafiz Abu Al-Qasim Abdul Rahman bin Muhammad Al-Asbahani, yang dikenal
sebagai Ibn Mandah (w 470 H). Dia mengumpulkan hadis dari banyak kitab dan
menyusunnya dalam kitab " Mustakhraj Min Kutub An-Nas" untuk tujuan
pengingatan dan untuk memahami kondisi manusia.
Al-Hafiz Ibn Hajar Al-Asqalani banyak menyadur dari karya Ibn Mandah ini, dia menyebutkan
referensi kepada Ibn Mandah dalam karyanya dan Ibn hajar ketika menukil satu
kalam dari Ibn Mandah dia menuliskan ini adalah perkataan ibn Mandah dalam
Mustakhrajnya atau ini adalah perkataan Ibn Mandah dalam Tazkirahnya.
Dalam hal ilmu sunan, beberapa ulama pada abad kelima menyusun kitab
sunan, misalnya:
Sunan Abu Al-Qasim Hibatullah bin Al-Hasan bin Mansur Al-Tabari, yang
dikenal sebagai Al-Lalika'i (w 418 H), yang dicetak dalam dua jilid.
Salah satu karya yang terkenal dalam sunan pada abad tersebut adalah
Sunan Al-Hafiz Al-Kabir Abu Bakr Ahmad bin Al-Husayn Al-Bayhaqi (w 458 H), yang
disebut Sunan Al-Kubra, yang terdiri dari sepuluh volume besar
Hyderabad India. Ini diatur menurut ringkasan Al-Muzani dan berisi sebagian
besar hadis-hadis hukum. Dia juga memiliki Sunan As-Sughra, yang terdiri dari
empat volume yang disusun oleh Bahjat Yusuf Hamad pada tahun 1415 H, serta
komentar Sunan Al-Kubra yang dicetak oleh Syekh Alauddin Al-Mardin al-Hanafi,
yang dikenal sebagai Ibn Al-Turkmani (wafat pada tahun 750 H). Itu dijuluki
Al-Jawhar An-Naqi dalam menjawab Al-Bayhaqi, sebagian besar berisi keberatan
terhadap Al-Imam Al-Bayhaqi dan pembicaraan dengannya.
Parameter penerimaan hadis oleh para ulama pada abad ini bergantung pada
terhadap penilaian salah satu imam terdahulu, hampir sama dengan apa yang
dilakukan oleh ulama-ulama hadis mutaqaddimin, namun ulama-ulama hadis abad Ini
memiliki ciri khas dan karakter tertentu dalam penilaian sebuah yang dapat
diuraikan sebagai berikut:
·
Pengumpulan perbedaan pendapat kritis tentang
hadis yang diriwayatkan oleh para imam terdahulu, termasuk evaluasi terhadap
para perawi, kritik, dan penjelasan tentang transmisi hadis, serta kesinambungan
dan putusnya sanad... Dalam hal ini, ada manfaat besar yang menunjukkan nilai
banyak hadis yang disusun oleh para imam terdahulu dan penilaiannya tentang
keotentikan, kebaikan, dan kelemahannya, seperti dalam karya-karya al-Baihaqi
(458 H) dan Ibnu Abd al-Barr (463 H).
·
Melengkapi informasi yang hilang dari
karya-karya para imam dengan menceritakan apa yang telah terlewatkan dalam
kitab-kitab mereka sesuai dengan standar mereka, seperti yang dilakukan oleh
al-Hakim al-Naisaburi (404 H) dalam "Al-Mustadrak ala al-Sahihain".
Hal ini merupakan kelanjutan dari penanaman banyak riwayat yang sahih yang
dijaga oleh para imam sebelumnya.
·
Pengumpulan sejumlah besar riwayat yang tidak
dikumpulkan oleh para imam terdahulu, dan dalam hal ini
C.
Metodelogi Kodifikasi Hadis
Abad Kelima
Pada poin ini penulis akan mengambil satu sample mengenai metode yang
digunakan oleh ulama-ulama Abad kelima Hijriyah dalam melakukan kodifikasi
hadis demi menjaga dan melanjutkan estafet penyebaran hadis-hadis Rasulullah.
Sample yang digunakan adalah metode yang digunakan oleh Imam Al-Baghawi dalam
kitabnya Syarhu Al-Sunnah. Al-Baghawi dalam Mukaddimahnya menyampaikan bahwa
dalam kitab ini memuat beberapa disiplin ilmu hadis, faidah-faidah/Nasehat yang
diriwayatkan dari Rasulullah denngan mengurai problemtika dan menjelaskan gharaib
dan hukum-hukumnya.
Metode yang digunakan Al-Baghawy sebagai berikut :
1.
Penyusunan dilakukan secara tematik mengikut
apa yang dilakukan oleh penyusun kitab induk atau literasi utama.
2.
Al-Baghawy menggunakan istilah “Kitab” dalam
setiap tema dalam bukunya seperti Kitab Shalat, dan pada beberapa perkara
menggunakan istilah “Bab” ketika satu hadis yang dianggap penting untuk
dijelaskan karena adanya faktor-faktor yang mengharus hadis tersebut dijelaskan
baik matan maupun sanad.
3.
Umumnya Al-Baghawi memulai setiap “Kitab” bahasannya
dengan menggunakan ayat-ayat yang dianggap sesuai dengan tema yang ditulis,
lalu kemudian menjelaskannya dengan menggunakan pandangan-pandangan yang pernah
disampaikan oleh shahabat atau Tabi’in.
4.
Al-Baghawi konsisten dalam memberikan
penjelasan setiap sanad hadis sampai kepada Rasulullah sesuai dengan jalur yang
diketahuinya, kemudian menjelaskan jalur menurut apa yang tercantum dalam kitab
shahi bukhari atau muslim atau salah satu diantaranya dengan mengatakan istilah
muttafaqun ‘alaih atau Akhrajahu Al-Bukhari atau Muslim. Muttafaqun
‘alaih perspektif Al-Baghawi adalah hadis tersebut dikeluarkan oleh
Al-Bukhari atau Muslim secara keseluruhan atau sebagian lafadz dari hadis
tersebut atau makna dari hadis tersebut. Hal ini Al-Baghawi lakukan untuk
memberikan kemudahan kepada pembaca dan bukanlah merupakan suatu hal yang tidak
dibolehkan/cacat dalam penyusunan kitab hadis.
5.
Kasus dimana Al-Baghawi tidak menemukan hadis
dari kedua literasi utama Al-Bukhari dan Muslim, dan umumnya Al-Baghawi
mencotoh perkataan Imam Turmidzi dan hal status hadis shahi atau dhaif,
Al-Baghawi kemudia melakukan ta’lil Al-hadis dan pencarian root daripada
sanad hadis tersebut. Pada beberapa kasus Al-Baghawi melakukan consensus
tersendiri terkait dengan labelisasi satu hadis antara shahi atau dhaif.
6.
Al-Baghawi tidak memuat hadis dhaif dalam
kitabnya kecuali yang memiliki unsur penunjang (لغيره) seperti Shawahid atau Mutaba’at atau
menjelaskan satu makna hadis shahi.
7.
Al-Baghawi mengelurkan hukum-hukum fiqhi dari
hadis-hadis yang termaktub, atau hal-hal yang berkaitan dengan ilmu hadis
seperti menelaah nama-nama ruwwat hadis dan nasab-nasab perawi, dan kadang
Al-Baghawi memberikan tarjamah terhadap rawi dan melakukan rekonsiliasi hadis
yang nampak berbeda dari kedua literasi.
8.
Al-Baghawi juga mengetengahkan Ijtihad-ijtihad
para shahabat dan perkataan imam Mujtahid dengan mengemukan dalil-dalil yang
digunakan oleh mereka lalu kemudian melakukan tarjih.[4]
1.
Yusuf Abdu Al-Rahman
Al-Mar’asyahly, Ilmu Fihrasah Al-Hadis, Nasya-atuhu, tathawaruh, (Dar
Al-Ma’rifah, Bairut-Libanon, 1432 h) hal. 17
2. Majid Al-Din Abu Al-Sa’adat Al-Mubarak bin Muhammad bin Muhammad
bin Muhammad ibn Abdu Al-Karim Al-Syaibany Al-Jazary Ibn Atsir, Jami’
Al-Ushul fie Ahaditsi Al-Rasul / جامع الأصول فى أحاديث الرسول, Cet. I (Maktabah Al-Hilwany – Percetakan
Al-Malah – Perpustakaan Dar Al-Bayan 1431 H) Vol. 1, hal.48
3. Dr. Muhammad bin Mathar Al-Zahrany, Tadwin Al-Sunna Al-Nabawy,
Nasy-atuhu wa Tathawaaruh min Al-Qarni Al-Awwal ila Nihaya Al-Qarni Al-Tasi’
Al-Hijry / تدوين السنة النبوية, نشأته و تطوره من الفرن
الأول إلى القرن التاسع الهجرى, Cet. I (Percetakan dan
Publishing Dar Al-Hijrah, Saudi Arabiyah, 1996 M), Hal. 183