Tuesday, July 23, 2024

HISTORIOGRAFI HADIS : KODIFIKASI AL-SUNNAH DAN METODELOGI PARA ULAMA HADIS ABAD KELIMA DALAM KODIFIKASI DAN PEMELIHARAAN AL-SUNNAH


 

Penulis : Muhammad A. Aidid
Jami'ah Binoria-Karachi, 24 Juli 2024

Abstract

Sejarah Menorehkan kemunduran Islam dan terjadinya disintegrasi besar-besaran pada abad kelima hijri, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa ada kekuatan-kekeuatan barus islam yang muncul seperti Ghaznavid dan bani Saljuk di belahan timur, Bani Fatimiyah di Maroko, Mesir dan Syam, Buyids di Irak dan wilayah sekitarnya, namun negara-negara kecilnya ini saling berseteru satu dengan yang lainnya. Perseteruan Sunni dan Syiah juga turut mewarnai perkembangan Perpolitikan yang berimbas pada maraknya periwayatan-periwayatan palsu.

Keterpurukan ini kemudian menjadi “berkah” pada perkembangan Kodifikasi, preservasi dan konservasi hadis secara global yang pada gilirannya melahirkan karya-karya penomenal. Pada Abad ini lahir deratan ulama-ulama besar menjadi Musnid, Muhaddis, Mufid, Al-Hafidz dan Amir Al-Mu’minin dalam Hadis.

Diantara karya-karya ulama hadis Abad kelima dapat dikatakan hampir meliputi semua disiplin ilmu yang berkaitan dengan hadis termasuk dalam hal ini kitab tarajum, tawarikh, kitab sirah, dan syarah hadis.

 

   


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.     LATAR BELAKANG MASALAH

 

Kontekstasi perpolitikan abad Kelima ditandai dengan redupnya Kekhalifaan Abbasiyah dan munculnya kekuatan-kekuatan (baca : Dinasti) baru dalam dunia perpolitikan Islam, di timur muncul Ghaznavid dan Bani Saljuk, Bani Fatimiyah di Maroko, Mesir dan Syam, ada dinasti Buyids di Persia dan Irak pada rentang abad Kelimah Hijriyah, kebangikatan Kodifikasi, Preservasi dan Konservasi serta metodelogi Kodifikasi hadis dan ilmu hadis juga memiliki hirarkinya masing-masing. Kalau di Abad sebelumnya ulama-ulama hadis lebih cendrung mengumpulkan antara kitab shahi yang memiliki corak yang sama dalam metodelogi penyusunan hadis atau ilmu hadis abad ketiga yang menghasilkan karya seperti shahi Ibn Khuzaimah (w. 311 H.), Ibn Hibban (w. 354 H.), Ibn Al-Sakan (w. 353 H.), Sunan Abi bakar Al hamdani (w. 347 H.), sunan Abi Bakar AL-Najjab Al Hanbaly (w. 348 H.), Musnad Al-Syaibani (w. 303 H.), Musnad Al-Ruyani (w. 307 H.), Musnad Abi Hatim Al-Tamimy (w. 327 H.), Musnad Abi Ya’la (307 H.) dan deratan karya-karya lainnya, di Abad Kelima Hijriyah lebih dalam lagi dalam melakukan kodefikas hadis dan ilmu hadis. Selain melanjutkan karya-karya abad sebelumnya, ulama-ulama abad kelima menggunakan metodelogi baru dengan melakukan istikhraj, atau Aljam’u baina Al-Sahihain, metode Al-Sunan dan Masanid, penyusunan Tafsir Al-Ma’tsur, kitab Tawarikh dan beberapa metode kodifikasi hadis lainnya. Dalam metode Al-Mustakhraj melahirkan kitab-kitab seperti; mustakhraj Ibn Al-Mardawy (w. 416 H), Abi Na’im Al-Ashfahani (w. 430 H ), mustakhraj al-Khallal (w. 439 H). atau metodelogi Al-sunan seperti Sunan Abi Al-Qasim (418 H), Sunan Al-Baihaqi (458 H ) dan beberapa karya lainnya. Beberapa karya lain dalam Hadis dan Ilmu hadis abad kelima adalah penyusunan hadis tematik seperti perkara iman, Ikhlas, bersuci, atau kitab-kitab dakwah seperti karya Abu Al-Abbas Ja’far bin Muhammad bin Al-Mustagfir (w. 432 H.)

 

Selain itu, pada abad ini juga terdapat kecendrungan baru yang terjadi di kalangan ulama-ulama hadis dan ilmu hadis yaitu rihlah ilmiyah dalam pencarian hadis dari madrasah-madrasah hadis cross-region, hal ini yang menjadi karakter Kodifikasi hadis dan ilmu hadis rentang waktu abad kelima yang tidak dimiliki abad-abad sebelumnya.

 

 

B.      RUMUSAN MASALAH

Merujuk perihal pada latar belakang masalah tersebut pada point A, penulis memberikan skema rumusan masalah sebagai berikut :

 

1.      Peran ulama hadis dalam melestarikan kodifikasi Hadis Abad kelima Hijriyah

2.      Identifikas Ulama-Ulama Hadis dan Ilmu Hadis Abad kelima Hijriyah.

3.      Karya-Karya Ulama Abad Kelima

4.      Metodelogi Kodifikasi Hadis Abad Kelima

-          Tematik dan Tabwib

-          Al-Jam’u Baina Al-Kutub Al-Haditsah

-          Syarah

-          Tarjamah dan Talkhish

-          Tawarikh Al-Buldan

C.      TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya sebagai berikut :

·         Mengenal ulama-ulama abad kelima yang memberikan kontribusi pada penjagaan Al-Sunnah

·         Mengurai Metodelogi yang digunakan dalam penyusunan dan penulisan karya-karya mereka dalam hadis maupun ilmu hadis

·         Mengemukan satu contoh metode yang digunakan oleh ulama abad kelima dalam kodifikasi hadis.

  

BAB II

KONTRIBUSI ULAMA HADIS ABAD KELIMA TERHADAP AL-SUNNAH

 

A.     Tongkat Estafet Kodifikasi Al-Sunnah

Peran ulama pada abad kelima Hijriyah (abad ke-11 Masehi) dalam hadis sangatlah signifikan. Mereka tidak hanya berperan sebagai perawi hadis, tetapi juga sebagai ahli ilmu hadis yang aktif dalam mengumpulkan, menganalisis, dan mengklasifikasikan hadis-hadis serta menyebarkannya kepada umat Islam. Abad ini dianggap oleh para ulama sebagai akhir dari periode emas kodifikasi hadis, di mana pengumpulan sumber-sumber asli yang ditandai dengan sanad yang terhubung langsung ke Rasulullah SAW berhenti (متصل السند), dan riwayat dengan sanad tidak lagi dianggap sah setelah itu. Para ulama menolak menerima hadis yang tidak ditemukan pada salah satu dari para imam terdahulu. Imam al-Baihaqi (458 H) seperti yang disampaikan oleh Ibnu al-Salah dalam "Muqaddimahnya" mengatakan: "Barang siapa datang dengan hadis yang tidak ada pada mereka semua, maka hadis tersebut tidak akan diterima darinya. Dan barang siapa datang dengan hadis yang mereka ketahui, maka orang yang meriwayatkannya tidak boleh menyendiri dalam meriwayatkan, dan kekuatan argumen terletak pada riwayat hadisnya dari riwayat orang lain, serta tujuan dari riwayatnya, dan mendengarkan darinya sehingga hadis tersebut menjadi berkesinambungan dengan kata "Telah menceritakan kepada kami" dan "Telah mengabarkan kepada kami", dan keistimewaan ini tetap menjadi kehormatan khusus bagi umat ini sebagai kehormatan bagi Nabi kita yang terpilih, SAW."[1]  Berikut adalah beberapa peran utama ulama pada abad kelima Hijriyah dalam bidang hadis:

 

Pengumpulan Hadis: Ulama pada abad kelima Hijriyah secara aktif terlibat dalam pengumpulan hadis-hadis Rasulullah Muhammad SAW. Mereka melakukan perjalanan ke berbagai madrasah-madrasah hadis di beberapa wilayah Islam untuk menemui perawi-perawi hadis, memeriksa keabsahan hadis-hadis yang mereka laporkan, dan mengumpulkannya dalam koleksi-koleksi hadis yang kemudian menjadi sumber utama dalam tradisi hadis Sunni.

 

Penelitian dan Analisis Hadis: Ulama pada abad kelima Hijriyah memainkan peran penting dalam penelitian dan analisis hadis-hadis yang mereka temui. Mereka menggunakan metodologi kritis untuk menilai keabsahan sanad (rantai perawi) dan matan (teks) hadis, serta untuk menentukan kredibilitas dan keaslian hadis tersebut.

 

Penyusunan Koleksi Hadis: Beberapa ulama pada abad kelima Hijriyah menyusun koleksi-koleksi hadis yang terkenal dan menjadi referensi utama dalam ilmu hadis, seperti "Sahih al-Bukhari" oleh Imam Bukhari dan "Sahih Muslim" oleh Imam Muslim. Penyusunan koleksi-koleksi ini melibatkan proses seleksi yang ketat terhadap hadis-hadis yang akan disertakan, dengan mempertimbangkan kriteria kredibilitas dan relevansi.

 

Pengajaran dan Penyebaran Ilmu: Ulama pada abad kelima Hijriyah tidak hanya mengumpulkan dan menganalisis hadis, tetapi mereka juga aktif dalam mengajar dan menyebarkan ilmu hadis kepada umat Islam. Mereka menyelenggarakan pengajian-pengajian, memberikan kuliah-kuliah, dan menulis karya-karya ilmiah untuk membagikan pengetahuan tentang hadis kepada generasi berikutnya.

 

Melakukan bantahan terhadap Hadis Palsu: Selain menyebarkan hadis-hadis yang sahih, ulama pada abad kelima Hijriyah juga terlibat dalam pertarungan melawan penyebaran hadis-hadis palsu atau lemah. Mereka menggunakan pengetahuan dan otoritas mereka untuk mengidentifikasi dan menolak hadis-hadis yang tidak dapat dipercaya, sehingga menjaga kesucian dan keaslian sumber-sumber hadis.

 

Melalui peran-peran ini, ulama pada abad kelima Hijriyah berperan penting dalam memelihara dan mengembangkan ilmu hadis dalam tradisi Islam. Karya-karya mereka telah memberikan kontribusi besar terhadap pemahaman agama Islam dan praktik umat Islam hingga saat ini.

 

 

B.      Ulama-Ulama Hadis Abad Kelima

 

Pada abad kelima Hijriyah, para ulama telah menyusun berbagai kitab dalam bidang hadis dengan menggunakan metode al-jam-u baina Al-Shahihain atau Al-jam’u baina Al-kutub Al-Sitta, Mustakhraj, Masanid, Tawarikh, Ma’ajim dan kitab-kitab dakwah atau fawaid;  diantara kitab-kitab mustakhraj  yang terkenal sebagai berikut:

 

1.      Kodifikasi Hadis mengikut metodelogi Al-Jam’u

 

A.     Jam’u Al-Shahihain

 

·         Al-Jam’u baina Al-Shahihain :

Penyusun : Al Hafidz Abu Mas’ud Ibrahim bin Muhammad bin ‘Ubaid Al-Dimasyqy (w 401 H), Penyusunannya dilakukan berdasarkan Masanid[2]

 

·         Al-Jam’u Baina Al-Shaihain :

Penyusun : Ismail bin Ahmad yang dikenal dengan Ibn Al-Furat (w 414 H)

 

·         Al-Jam’u baina Al-Shahihain :

Penyusun : Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Ghalib Al-Burqani (w 425 H)

 

·         Al-Jam’u baina Al-Shahihain :

Penyusun : Al-Imam Abu Abdullah Muhammad bin Nashr Al-Humaidy Al-Andulisy (w 488 H), dalam penyusunannya Al-Humaidy banyak memberikan tambahan pada matan dan sanad hadis pada keduanya dalam faidah-faidah penting, manuskripnya dapat ditemukan di Perpustakaan Al-Jami’ Al-Islamy di Madinah dengan no. 585 dan no. 1430.  

 

·         Al-Jam’u baina Al-Shahihain :

Penyusun : Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ud Al-Farra-i Al-Baghawy (w 516 H)

 

·         Al-Jam’u baina Al-Shahihain :

Penyusun : Abu Muhammad Abdu Al-Haq bin Abdu Al-Rahman bin Abdullah Al-Asybily (w 581 H)

 

·         Al-Jam’u baina Al-Shahihain :

Penyusun : Abu Abdullah Muhammad bin Husain Al-Mary Al-Anshary (w 582 H)

 

·         Al-Jam’u baina Al-Shahihain :

Penyusun : Abu Hafsha Umar bin Badr bin Sa’id Al-Mushily (w 622 h)

·         Al-Jam’u baina Al-Shahihain :

Penyusun : Abu Muhammad Al-Hasan bin Muhammad bin Hasan Al-Shaghani (w 650 h), kitab ini dicetak dengan nama : Masyariq Al-Anwar Al-Nabawiyah bin Shihahi Al-Akhbar Al-Musthafawiyah

 

B.      Jam’u Kutub Al-Khamsah/Al-Sitta

 

·         Al-Tajrid Li Al-Shihahi wa Al-Sunan : Shahihain, Al-Muwatta, Sunan Turmidzi, Abud Daud, dan Al-Nasa-i.

Penyusun : Al-Hafidz Abu Al-Hasan Razin bin Mu’awiyah Al-Sarqisthy (w 535 H)

 

·         Al-Jam’u baina Al-Kutub Al-Sitta kecuali Sunan Ibn Maja.

Penyusun : Abu Muhammad Abdu Al-Haq bin Abdu Al-Rahman Al-Isybily (w 581 H)

 

·         Jami’ Al-Ushul fi Ahaditsi Al-Rasul.

Penyusun : Majiduddin Al Mubarak bin Muhammad bin Al-Atsir Al-Jazary (w 606 H)

 

·         Anwar Al-Mishbah fi Al-Jam’i baina Kutub Al-Sitta Al-Shihahi

Penyusun : Abu Abdullah bin Atiq  bin ‘Ali Al-Tajiyi Al-Qharnathy (w 646 H)[3]

2.      Al-Mustakhrajaat

 

Ulama-ulama Abad ini juga banyak melakukan kodifikasi hadis dengan menggunakan metode Al-Mustakhraj, suatu metode yang digunakan oleh seorang Ahli Hadis dengan mengeluarkan hadis-hadis dari literasi utama dengan menggunakan jalur periwayatan yang berbeda dengan yang digunakan oleh penyusun kitab hadis yang dijadikan rujukan. Karya-karya mustakhraj abad kelima diantaranya sebagai berikut:

 

·         Mustakhraj Al-Hafiz Abu Bakar Ahmad bin Musa Al-Asbahani, yang dikenal sebagai Ibn Mardawaih (w 416 H): Al-Mardawaih melakukan penyusunan Al-Mustakhraj dengan menjadikan kitab Kitab Shahi Bukhari sebagai literasi utama. Dalam Mustakhraj ini berisikan apa yang disampaikan oleh imam bukhari dengan jalur periwayatan yang berbeda.

 

·         Mustakhraj Al-Hafiz Ahmad bin Abdullah bin Ahmad, yang dikenal sebagai Abu Nu'aim Al-Asfahani (w 430 H): beliau juga merupakan pengarang "Mustakhraj Abu Nu'aim", yang berisi hadis-hadis yang dikeluarkan dari dua kitab shahi; Bukhari dan Muslim.

 

·         Mustakhraj Abu Muhammad Al-Hasan bin Abu Talib Al-Baghdadi, yang dikenal sebagai Al-Khallal (w 439 H): kitab "Mustakhraj Al-Khallal" ini juga mengekspolrasasi hadis-hadis yang  terdapat dalam Sahihain (Sahih Bukhari dan Muslim).

 

Beberapa ulama pada abad kelima telah mengembangkan metode penyusunan kitab berdasarkan Mustakhrajat, di mana mereka mengumpulkan hadis-hadis dari berbagai kitab tanpa terbatas pada Sahihain saja. Salah satu contohnya adalah Mustakhraj Al-Hafiz Abu Al-Qasim Abdul Rahman bin Muhammad Al-Asbahani, yang dikenal sebagai Ibn Mandah (w 470 H). Dia mengumpulkan hadis dari banyak kitab dan menyusunnya dalam kitab " Mustakhraj Min Kutub An-Nas" untuk tujuan pengingatan dan untuk memahami kondisi manusia.

 

Al-Hafiz Ibn Hajar Al-Asqalani banyak menyadur dari  karya Ibn Mandah ini, dia menyebutkan referensi kepada Ibn Mandah dalam karyanya dan Ibn hajar ketika menukil satu kalam dari Ibn Mandah dia menuliskan ini adalah perkataan ibn Mandah dalam Mustakhrajnya atau ini adalah perkataan Ibn Mandah dalam Tazkirahnya.

 

Dalam hal ilmu sunan, beberapa ulama pada abad kelima menyusun kitab sunan, misalnya:

 

Sunan Abu Al-Qasim Hibatullah bin Al-Hasan bin Mansur Al-Tabari, yang dikenal sebagai Al-Lalika'i (w 418 H), yang dicetak dalam dua jilid.

 

Salah satu karya yang terkenal dalam sunan pada abad tersebut adalah Sunan Al-Hafiz Al-Kabir Abu Bakr Ahmad bin Al-Husayn Al-Bayhaqi (w 458 H), yang disebut Sunan Al-Kubra, yang terdiri dari sepuluh volume   besar Hyderabad India. Ini diatur menurut ringkasan Al-Muzani dan berisi sebagian besar hadis-hadis hukum. Dia juga memiliki Sunan As-Sughra, yang terdiri dari empat volume yang disusun oleh Bahjat Yusuf Hamad pada tahun 1415 H, serta komentar Sunan Al-Kubra yang dicetak oleh Syekh Alauddin Al-Mardin al-Hanafi, yang dikenal sebagai Ibn Al-Turkmani (wafat pada tahun 750 H). Itu dijuluki Al-Jawhar An-Naqi dalam menjawab Al-Bayhaqi, sebagian besar berisi keberatan terhadap Al-Imam Al-Bayhaqi dan pembicaraan dengannya.

 

Parameter penerimaan hadis oleh para ulama pada abad ini bergantung pada terhadap penilaian salah satu imam terdahulu, hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh ulama-ulama hadis mutaqaddimin, namun ulama-ulama hadis abad Ini memiliki ciri khas dan karakter tertentu dalam penilaian sebuah yang dapat diuraikan sebagai berikut:

 

·         Pengumpulan perbedaan pendapat kritis tentang hadis yang diriwayatkan oleh para imam terdahulu, termasuk evaluasi terhadap para perawi, kritik, dan penjelasan tentang transmisi hadis, serta kesinambungan dan putusnya sanad... Dalam hal ini, ada manfaat besar yang menunjukkan nilai banyak hadis yang disusun oleh para imam terdahulu dan penilaiannya tentang keotentikan, kebaikan, dan kelemahannya, seperti dalam karya-karya al-Baihaqi (458 H) dan Ibnu Abd al-Barr (463 H).

 

·         Melengkapi informasi yang hilang dari karya-karya para imam dengan menceritakan apa yang telah terlewatkan dalam kitab-kitab mereka sesuai dengan standar mereka, seperti yang dilakukan oleh al-Hakim al-Naisaburi (404 H) dalam "Al-Mustadrak ala al-Sahihain". Hal ini merupakan kelanjutan dari penanaman banyak riwayat yang sahih yang dijaga oleh para imam sebelumnya.

 

·         Pengumpulan sejumlah besar riwayat yang tidak dikumpulkan oleh para imam terdahulu, dan dalam hal ini

 

C.      Metodelogi Kodifikasi Hadis Abad Kelima

 

Pada poin ini penulis akan mengambil satu sample mengenai metode yang digunakan oleh ulama-ulama Abad kelima Hijriyah dalam melakukan kodifikasi hadis demi menjaga dan melanjutkan estafet penyebaran hadis-hadis Rasulullah. Sample yang digunakan adalah metode yang digunakan oleh Imam Al-Baghawi dalam kitabnya Syarhu Al-Sunnah. Al-Baghawi dalam Mukaddimahnya menyampaikan bahwa dalam kitab ini memuat beberapa disiplin ilmu hadis, faidah-faidah/Nasehat yang diriwayatkan dari Rasulullah denngan mengurai problemtika dan menjelaskan gharaib dan hukum-hukumnya.

 

Metode yang digunakan Al-Baghawy sebagai berikut :

 

1.      Penyusunan dilakukan secara tematik mengikut apa yang dilakukan oleh penyusun kitab induk atau literasi utama.

2.      Al-Baghawy menggunakan istilah “Kitab” dalam setiap tema dalam bukunya seperti Kitab Shalat, dan pada beberapa perkara menggunakan istilah “Bab” ketika satu hadis yang dianggap penting untuk dijelaskan karena adanya faktor-faktor yang mengharus hadis tersebut dijelaskan baik matan maupun sanad.

3.      Umumnya Al-Baghawi memulai setiap “Kitab” bahasannya dengan menggunakan ayat-ayat yang dianggap sesuai dengan tema yang ditulis, lalu kemudian menjelaskannya dengan menggunakan pandangan-pandangan yang pernah disampaikan oleh shahabat atau Tabi’in.

4.      Al-Baghawi konsisten dalam memberikan penjelasan setiap sanad hadis sampai kepada Rasulullah sesuai dengan jalur yang diketahuinya, kemudian menjelaskan jalur menurut apa yang tercantum dalam kitab shahi bukhari atau muslim atau salah satu diantaranya dengan mengatakan istilah muttafaqun ‘alaih atau Akhrajahu Al-Bukhari atau Muslim. Muttafaqun ‘alaih perspektif Al-Baghawi adalah hadis tersebut dikeluarkan oleh Al-Bukhari atau Muslim secara keseluruhan atau sebagian lafadz dari hadis tersebut atau makna dari hadis tersebut. Hal ini Al-Baghawi lakukan untuk memberikan kemudahan kepada pembaca dan bukanlah merupakan suatu hal yang tidak dibolehkan/cacat dalam penyusunan kitab hadis.

5.      Kasus dimana Al-Baghawi tidak menemukan hadis dari kedua literasi utama Al-Bukhari dan Muslim, dan umumnya Al-Baghawi mencotoh perkataan Imam Turmidzi dan hal status hadis shahi atau dhaif, Al-Baghawi kemudia melakukan ta’lil Al-hadis dan pencarian root daripada sanad hadis tersebut. Pada beberapa kasus Al-Baghawi melakukan consensus tersendiri terkait dengan labelisasi satu hadis antara shahi atau dhaif.

6.      Al-Baghawi tidak memuat hadis dhaif dalam kitabnya kecuali yang memiliki unsur penunjang (لغيره) seperti Shawahid atau Mutaba’at atau menjelaskan satu makna hadis shahi.

7.      Al-Baghawi mengelurkan hukum-hukum fiqhi dari hadis-hadis yang termaktub, atau hal-hal yang berkaitan dengan ilmu hadis seperti menelaah nama-nama ruwwat hadis dan nasab-nasab perawi, dan kadang Al-Baghawi memberikan tarjamah terhadap rawi dan melakukan rekonsiliasi hadis yang nampak berbeda dari kedua literasi.

8.      Al-Baghawi juga mengetengahkan Ijtihad-ijtihad para shahabat dan perkataan imam Mujtahid dengan mengemukan dalil-dalil yang digunakan oleh mereka lalu kemudian melakukan tarjih.[4]

 

 

 

 

 

 

                                                             

 

 

 

 

 

 

 

 

 



1.       Yusuf Abdu Al-Rahman Al-Mar’asyahly, Ilmu Fihrasah Al-Hadis, Nasya-atuhu, tathawaruh, (Dar Al-Ma’rifah, Bairut-Libanon, 1432 h) hal. 17

2.       Majid Al-Din Abu Al-Sa’adat Al-Mubarak bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad ibn Abdu Al-Karim Al-Syaibany Al-Jazary Ibn Atsir, Jami’ Al-Ushul fie Ahaditsi Al-Rasul / جامع الأصول فى أحاديث الرسول, Cet. I (Maktabah Al-Hilwany – Percetakan Al-Malah – Perpustakaan Dar Al-Bayan 1431 H) Vol. 1, hal.48

3.       Dr. Muhammad bin Mathar Al-Zahrany, Tadwin Al-Sunna Al-Nabawy, Nasy-atuhu wa Tathawaaruh min Al-Qarni Al-Awwal ila Nihaya Al-Qarni Al-Tasi’ Al-Hijry / تدوين السنة النبوية, نشأته و تطوره من الفرن الأول إلى القرن التاسع الهجرى, Cet. I (Percetakan dan Publishing Dar Al-Hijrah, Saudi Arabiyah, 1996 M), Hal. 183

4.       Abu Al-Qasim Abdullah bin Muhammad bin Abdu Al-Aziz bin Al-Marzuban bin Saburi bin Shahinshah Al-Baghawi, Mu’jam Al-Shahabah / معجم الصحابة, Cet.I (Dar Al-Bayan-Kuwait, 1421H/2000 M) Hal. 43

Taro ki ada-ada

HTML Comment Box is loading comments...

Followers