MAJLIS JAUSYEN KABIR ADDIS ABABA
Pertemuan :
VI
Tempat :
Wisma Duta KBRI Addis Ababa
Tanggal :
30 Januari 2014
Pembahasan : Isti’adza Dalam Penerimaan Ayat Allah
Ba’da el Tahmid we El Taslim :
Bahwasanya Isti’adza mensucikan jiwa manusia
dan mengambalikan kepada fitrah keimanan sampai kepada menghilangkan rasa
was-was yang diembuskan oleh syaitan. Dan idealnya ketika kita mendengarkan
seorang membaca Al-Qur’an dari seorang Qari hendaknya kita meyakini bahwa kita sedang mendengarkan Allah berfirman kepada kita,
Allah sedang memberikan arahan kepada kita, Allah sedang menjelaskan kepada
kita semua; ini yang boleh dan itu yang tidak boleh kita lakukan. Kedudukan
Qari atau pembaca Al-Qur’an seakan-akan kita abaikan dengan memfokuskan
konsentarasi kita terhadap apa yang terlatun pada saat itu.
Isti’adzah adalah sebuah doa dan usaha untuk
membersiapkan diri dengan segenap jiwa
untuk mendengar –إستمــاع/Istima’- dan menerima kisah-kisah, hukum-hukum yang berkaitan
dengan bagaimana menjadi seorang hambah yang bijaksana kepada diri sendiri,
orang lain, lingkungan sekitar dan Sang Khaliq dan semua kandungan Al-Qur’an
langsung dari el-Mutakallim yaitu Allah s.w.t.
Tentunya dalam penerimaan Ayat-Ayat Allah ini
sangat dipengeruhi oleh kwalitas hati seseorang. Terkadang kita mendengarkan
lantunan Ayat Allah dari mulut seorang pembaca atau Qari atau mungkin dari radio yang distel oleh super taksi, hati
sama sekali tidak tersentuh bahkan cendrung lebih nikmat mendengarkan lagu
dangdut kandidat Presiden RI, atau mungkin lebih nikmat mendengar alunan
lagu-lagu MalaysiA nan syahdu daripada mendengar arahan yang disampaikan oleh
Allah melalui Qari tadi. Hal ini sangat lumra dan biasa terjadi karena bisa
jadi hati sangat disibukan dengan hiburan atau hal-hal yang hanya bersifat duniawi
semata, baik itu melaui media TV maupun elektronik, hati kadang lebih cendrung
membuka channel-channel lagu-lagu atau films di TV dibanding memencet tombol
chanel-channel Dr. Zakir Naik yang berisikan taushiyah atau ajakan-ajakan untuk
menuju kehidupan yang paripurna. Tangan dan jemari kadang lebih senang mengetik “bad keywords” di Google ketimbang “good
keywords”.
Mengerti, memahami dan meyakini isti’adza
sebagai sebuah formulasi untuk mempersiapkan diri menerima Ayat-Ayat Allah
adalah salah satu tip atau cara untuk menjadi seorang pendengar sekaligus
menjadi seorang mukallaf yang bijak, namun bukan berarti cukup dengan membaca أعوذ بالله من الشيطان الرجـيم saja kita bisa mencapai
tujuan atau maksud Isti’adza. Beberapa element yang perlu diikutsertakan
dalam pencapaian ini adalah kebersihan hati dan lisan dari apa yang diharamkan
oleh agama.
Sayyidina Ja’far Asshadiq r.a., seorang Imam
dari Ahlul Bait Rasulullah s.a.w. pernah berkata
عجبت لمن خاف
ولم يفزع إلى قول الله سبحانه: حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
فإني سمعت الله
بعقبها يقول: فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ
سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ
bahwa saya heran kepada orang yang takut dan tidak bergetar hatinya ketika mendegarkan
firman Allah حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ, (Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah
Sebaik-baik Pelindung) sesungguhnya saya mendegarkan Allah berfirman setelah
ayat ini :
فَانْقَلَبُوا
بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ
اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ
(Maka mereka kembali dengan nikmat dan
karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka
mengikuti keridhaan Allah. dan Allah mempunyai karunia yang besar)
Coba perhatikan ungkapan Sayyidina Ja’far
“sesungguhnya saya mendengar Allah berfirman” sementara bisa jadi beliau hanya
mendengarkan lantunan ayat حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ dari seorang Qari atau mungkin dari mulut yang mulia sendiri. Tapi
kenapa beliau mengatakan bahwa saya mendengar Allah. Hal ini tentunya didorong
oleh kesiapan hati beliau untuk menerima firman-firman Allah, atau kedekatan
hati beliau dengan El-Mutakallim.
Syeikh Mutawalli
el-Sya’rawi (beliau seorang ulama Tafsir kesohor dan maha guru di Universitas
Al-Azhar) mengatakan bahwa ketika saya mengatakan أعوذ بالله من الشيطان الرجـيم apakah saya yang akan menjauhkan syetan dari menganggu saya
untuk menerima Ayat-Ayat Allah, manusia adalah Makhluk Allah dan Syaetan adalah
juga makhluk Allah, yang terjadi ketika sesama makhluk dalam perseteruan
tentunya masing-masing akan menggunakan kekuatan dan dapat dipastikan seorang
awam akan kalah dalam perseteruan ini, tapi dengan memohon perlindungan-Nya,
bukan masalah kalah atau menang lagi yang jadi persoalan, akan tetapi masalah
iqna’ atau ketundukan syetan kepada Allah.
Seorang yang
melafadzkan ist’adzah berarti berada dalam perlindungan dan naungan Allah dan
Syetan tidak akan mampu intervensi dalam urusan seorang hamba yang bersama
dengan Rab-Nya. Wallahu A’lam we A’lam
A. Aidid