Tuesday, November 29, 2011

YASINAN SEBAGAI MEDIA SILATURRAHIM


YASINAN SEBAGAI MEDIA SILATURRAHIM
Connect your Heart to the Allah and to the peoples

Yang Terhormat Bapak Duta Besar dan Ibu, Semoga dimuliakan Allah
Bapak-Bapak Home staff semoga senantiasa dalam Rahmat dan Rahim Allah
Serta saudara(i) yang berbahagia semoga kita semua selalu dalam maghfiratullah

Kepluralan aliran atau mazhab di Indonesia melahirkan beberapa persepsi bahwa YASINAN (baca : membaca Surah Yasin secara berjamaáh) merupakan bi’dáh dalam agama, dalam hal ini karena YASINAN adalah sebuah bi’dáh atau tambahan dalam agama ini, jamak orang-orang awam tidak mau ikut serta untuk YASINAN, bahkan sebagaian mereka (ekstrimis) menganggapnya sebagai perbuatan sia-sia dan melanggar sunnah Rasul.

Hubungannya dengan anggapan tersebut diatas ada beberapa points yang penulis akan mencoba jelaskan disini sebagai berikut :

01.  pengertian bidáh
02.  Yasinan secara berjamáh
03.  Rahasia dan Manfaat Yasinan

Pertama :Pengertian Bidáh
Bidáh dalam bahasa arab (terminology) berarti baru atau tambahan, sedangkan menurut syarí ulama fiqih memberikan pengertian bidáh sebagai semua perbuatan yang dilakukan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para shahabatnya.

Para Ulama Fiqhi mengklasifikasin bidáh pada dua kategori, ada yang dinamakan bi’dah hasanah, atau bahasa lainnya mahmudah, ada juga yang disebut bi’dah sayyi’ah atau mazmuumah. Kemudian Ulama Fiqih kembali memberikan batasan Bidáh hasanah adalah semua perbuatan baru atau tambahan yang selaras dengan ajaran dasar syaríah dan tidak bertentangan dengan garis-garis yang telah ditentukan oleh agama. Bidáh sayyi’ ah adalah sebaliknya, perbuatan perbuatan baru atau tambahan yang tidak selaras dengan ajaran dasar syariáh dan tentunya bertentangan dengan garis-garis yang telah ditentukan agama.

Sekarang Penulis mengajak para hadirin dan hadiraat untuk bersama-sama mencoba mengklaim apakah Yasinan termasuk pada kategori pertama atau yang kedua dengan menggunakan standar manfaat atauh ihtisaan, dan barometer pengaplikasian Yasinan dengan merujuk pada beberapa pointers berikut :

Pointer Positives/hasanah atau mahmudah
-      membaca Al-Qurán berpahala dan merupakan ibadah dan Yasin merupakan salah satu surah dalam Al-Qurán
-      Yasinan merupakan sarana atau media untuk saling share, saling mengingatkan satu dengan yang lain akan kebaikan
-      Yasinan dapat menciptakan kebersamaan dan mempererat silaturrahim.

Pointer Negative/sayyi’ah atau mazmuumah
-      Yasinan secara berjamaáh tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah olehnya itu Yasinan semacam ini termasuk bidáh
-      Kebanyakan orang yang hadir untuk Yasinan hanya untuk hal lain seperti memenuhi kebutuhan perut atau karena dinas sehingga unsur ibadah dalam yasinan tersebut cenderung tidak ada, bahkan dapat memunculkan sifat ria dan mempersekutukan Allah.
-      Yasinan berpotensi sebagai media gossip dan sarana ghibah dan namimah

dari beberapa pointers diatas, baik pointer hasanah maupun sayyi’ah menurut hemat penulis, kita dapat memposisikan bidáh pada dua kategori hukum syar’i, yang pertama Yasinan dapat menjadi hasanah ketika pointers positive teraplikasi dalam Yasinan tersebut, dan boleh jadi hokum Yasinan tidak boleh ketika terkontaminasi dengan pointers negative. Nah bagaimana menciptakan Yasinan menjadi Hasanah atau mahmuudah itu sangat tergantung pada iklim jamaáh dan personal masing-masing.

KEDUA : Yasinan Secara berjamáh
Ritual atau tradisi Yasinan yang kita lakukan sekarang ini di Wisma Duta dan yang dilakukan ummat islam khususnya di Indonesia dapat digategorikan sebagai salah satu syiar agama, dalam hal ini ritual semacam ini tidak dapat dipisahkan dari perkembangan dan kebudayaan islam, ia merupakan khazana yang perlu dipertahankan.

Megadakan tradisi semacam ini, akan lebih menumbuhkembangkan spirit kebersamaan, keakraban, dan saling mengatahui pribadian satu dengan yang lain yang kesemuanya bermuara pada asas silaturrahim, apatalagi dalam zona KBRI yang kwantitas WNI nya sangat terbatas, silaturrahim jangan pernah terputus diantara kita, bahkan status jabatan kadang kita harus kesampingan demi mewujudkan keutuhan silaturrahim.

Al-Qurán sangat menganjurkan terjalinnya silaturrahim antara kita, bahkan Q.S. Annisa pada potongan ayat satu, Allah menempatkan perintah untuk tetap menjaga terjalinnya silaturrahim setelah perintah bertaqwah kepada-Nya.
Allah berfirman :


1. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.


[263] Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa Yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.
[264] Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah.


Dalam tinjuan linguistic penempatan perintah untuk tidak memutuskan silaturrahim setelah perintah bertaqwah kepada Allah menjadikan posisi perintah tersebut sangat prinsipil dan urgent untuk dilaksanakan, bahkan dalam beberapa penjelasan mengenai pemutusan silaturrahim Rasulullah  memberikan warning kepada kita semua bahwa batas maksimal seseorang tidak bertegursapa karena benci adalah tiga hari, lebih dari itu keduanya dapat digolongkan sebagai orang kafir.

KETIGA : Rahasia dan manfaat Yasinan
Keutamaan Surah Yasin sebagai jantung Al-Qurán menjadikan surah ini sering dibaca bahkan sering digunakan sebagai bacaan atau jampi untuk menyembukan orang sakit, atau untuk mengusir hantu atau syetan.

Secara umum para Ulama Tafsir sepakat mengatakan bahwa Al-Qurán diturunkan bukan untuk saintis, bukan sebagai bacaan untuk menyembuhkan orang sakit, atau mengusir hantu atau syetan, akan tetapi Al-Qurán merupakan kitab pedoman yang berisikan ajaran atau kode etik bagaimana menjalani hidup di dunia, setiap huruf, kata, kalimat, ayat, dan setiap surah dari Al-Qurán merupakan mukjizat sepanjang zaman, dan bagi orang yang membacanya mendapatkan pahala atau award dari Allah.

Karena Al-Qurán adalah Mukjizat sepanjang zaman, tentunya setiap dari Al-Qurán itu dapat melahirkan hal-hal yang supranatural, atau diluar kebiasaan manusia/adat atau melampaui hukum sebab akibat. Membacakan Yasin misalkan dapat menyembuhkan orang sakit, atau memulihkan kembali orang yang kesurupan pada kaadaan normal, itu bisa saja terjadi, atau misalkan membaca surah Yasin dengan tendensi tertentu, seperti ingin dikabulkan hajatnya, atau ingin kemenangan dalam peperangan dsb…itu sah-sah saja dengan catatan tidak mengangkap Yasin sebagai penyembuh, pengabul doa, akan selah satu media atau saluran yang paling bersih, jernih yang menjadi penyebab diijabahnya doá kita.

Terakhir…
Berikut ini Penulis share amalan mengenai surah
Yasin kepada majlis sesuai dengan anjuran salafusshaleh dan orang-orang Thariqah sebagai berikut :

01.    Hendaknya membaca Surah Yasin setiap selesai Shalat Subuh sebanyak 4 kali dan mengulangi lafadz Yasin sebanyak 7 kali dari setiap bacaan.
02.    Ketika sampai pada kalimat ذلك تقدير العزيز الحكيم  hendaknya diulangi sebanyak 14 kali
03.    Ketika sampai pada kalimat سلام قولا من رب رحيم  ulangi sebanyak 36 kali
04.    Ketika sampai pada kalimat  بلى وهو الخلاق العليم  ulangi sebanyak 73 kali
05.    Kemudian membaca Surah Al-Fatihah yang dilanjutkan dengan bacaan Bismillah sebanyak 11 kali
06.    Bedoálah untuk kebaikan yang diinginkan insyallah diijabah.


Hal yang paling penting adalah melakukannya secara terus menerus, menghindari hal-hal yang haram terutama makanan, memperbanyak puasa, dan sedikit makan, menurut seorang ahli Thariqah insya Allah akan datang dalam tidur seorang Khaddaam (baik dari golongan jin muslim maupun dari golongan malaikat) yang akan mengajarkan rahasia-rahasia Allah. Wallahu A’lam Bisshawaab.

Selamat mencoba dan semoga bermanfaat insya Allah.
Wassalamu Alaikum Wr.Wb.

A.  Aidid
Home Addis Ababa
November 29, 2010






Saturday, November 19, 2011

HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN ANJING


HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN ANJING

Kepada Yth.
Bapak Bambang Hartoyo

Terima kasih atas emailnya pak, saya sudah membaca beberapa komentars, dan menarik kesimpulan bahwa Habib Zen Aljufri  mencoba megatakan bahwa anjing boleh kita pelihara sesuai dengan standarisasi semua mazhab dalam sunni, dan beradasarkan pada Q.S. Al-Maidah 4.



4. mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu[399]. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu[400], dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya)[401]. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat cepat hisab-Nya.
[399] Maksudnya: binatang buas itu dilatih menurut kepandaian yang diperolehnya dari pengalaman; pikiran manusia dan ilham dari Allah tentang melatih binatang buas dan cara berburu.
[400] Yaitu: buruan yang ditangkap binatang buas semata-mata untukmu dan tidak dimakan sedikitpun oleh binatang itu.
[401] Maksudnya: di waktu melepaskan binatang buas itu disebut nama Allah sebagai ganti binatang buruan itu sendiri menyebutkan waktu menerkam buruan.


Saya mencoba membuka buku-buku hadits dan buku-buku fiqhi, karena untuk menjawab diskusi diatas setidaknya perlu merefresh kembali pengatahuan fiqhi waktu belajar di tsanawiyah dulu, dalam image saya selama ini anjing merupakan binatang najis zaatiyah –zatnya yang najis- (mazhab Syafi’i), apatalagi air liurnya, Rasulullah memerintahkan kita untuk mencuci bejana-bejana yang sempat dijilati atau diminum oleh anjing sebanyak 7 kali salah satu diantaranya tanah, dan akan lebih afdhal kalo tanah didahulukan dari air, begitu kira-kira seingat saya dalam kitabs fiqih mazhab syafi’i.
Pada dasarnya ada beberapa hadits yang berkaitan dengan permasalahan hukum anjing, berikut ini saya paste kan dari beberapa kitabs hadits tentang hukum dan seluk beluk anjing :
01.   Hadits Bukhari : 2145
روى البخاري عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
 ( مَنْ أَمْسَكَ كَلْبًا فَإِنَّهُ يَنْقُصُ كُلَّ يَوْمٍ مِنْ عَمَلِهِ قِيرَاطٌ إِلا كَلْبَ حَرْثٍ أَوْ مَاشِيَةٍ ) .
Artinya :
Barangsiapa yang menyentuh (mengusap) anjing, sesungguhnya akan berkurang pahalanya setiap hari satu Qirhat kecuali anjing yang disentuhnya adalah anjing penjaga atau penjanga binatang ternak.

02.   Hadits Muslim : 2943
روى مسلم عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
 ( مَنْ اقْتَنَى كَلْبًا إِلا كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ كَلْبَ صَيْدٍ نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ . قَالَ عَبْدُ اللَّهِ : وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ : أَوْ كَلْبَ حَرْثٍ ) .
Artinya :
Barangsiapa yang memelihara anjing kecuali anjing penjaga ternak, atau anjing untuk berburu, berkuranglah pahalnya setiap hari satu Qirath, Abdullah berkata : dan Abu Huraerah berkata : atau anjing penjaga.

Ibn Abdul Bar berpendapat : haditsnya ini mengindikasikan bolehnya menjadikan anjing sebagai pemburu atau penjaga ternak atau tanaman (kebun)

03.   Hadits Ibn Majah : 3640
روى ابن ماجه عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رضي الله عنه عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
( إِنَّ الْمَلائِكَةَ لا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلا صُورَةٌ ) صححه اٍلألباني في صحيح ابن ماجه .
Artinya :
Ibn Majah meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib yang diridhoi Allah Padanya dari Nabi s.a.w bersabda : sesunggunya Malaikat tidak akan masuk pada suatu rumah yang terdapat anjing dan gambar. Syeikh Albani mengangapnya Hadits Shahi dalam kitab hadits Ibn Majah.

PANDANGAN ULAMA
Jamak para ulamas berperndapat bahwa tidak dibenarkan memelihara anjing kecuali pada tiga kategori anjings tersebut diatas (Anjing pemburu, Anjing Penjaga ternak dan Anjing penjaga ladang), namun ada beberapa ulamas juga berpandangan bahwa pengecualian tersebut diatas bisa dikiaskan kepada bolehnya memelihara anjing dengan status anjing tersebut memberi manfaat dan menolak bahaya, seperti memelihara anjing sebagai penjaga rumah.

Al-Marhum Grand Syeikh Al-Azhar Mahmud Syaltut dalam fatwanya tentang Anjing yang berinteraksi dengan manusia dari segi najis dan kebersihannya, beliau membolehkan memelihara anjing di rumah dengan catatan untuk menolak bahaya dan mendatangkan manfaat, beliau juga berpendapat bahwa zat atau tubuh, liur, dan keringat anjing adalah bersih selama anjing tersebut masih dalam keadaan hidup, dengan demikian jika seekor anjing duduk di atas tempat tidur atau disentuh oleh seseorang, itu tidak bernajis, dan itu tidak membatalkan shalatnya atau ibadah-ibadah yang berkaitan dengan bersuci selama tidak ada najis yang lengket di mulut atau di badannya, sama adanya anjing tersebut basah atau tidak. Kondisi ini khusus untuk anjing-anjing yang mendatangkan manfaat dan menolak bahaya. (Fatwah 16 Ramadhan 1381 H./21 Pebruari 1962)
(Fatwah ini menyalahi kaedah Hukum dasar Mazhab Syafi’i, Hanafiyah dan Hanabila tentang status hukum tubuh, liur dan keringat anjing. imam Syafi’i, imam Hanbali, Imam Abu Hanifah dan Al-Auza’i berpendapat bahwa anjing merupakan Najasul Ain)

Beda halnya Syeikh Utsaemin, beliau berpendapat bahwa memelihara anjing adalah hukumnya haram, bahkan tergolong dosa besar, karena memelihara anjing bukan yang dikecualikan oleh Rasulullah (tekstual hadits) akan mengurangi pahalanya setiap hari sebanyak dua Qirhat.

Setidaknya itu beberapa pendapats ulama yang masih kontraversial dari hasil pembacaan saya pak, kalau boleh memberikan sedikit catatan bahwasanya kesemua pendapat ulamas tersebut diatas adalah benar, hanya saja berbeda pada pengaflikiasiannya, dalam artian ada saatnya kaum muslimin boleh memelihara anjing dan adapula saatnya anjing haram hukumnya dipelihara. Boleh jadi ulamas yang berpendapat bahwa seorang muslim tidak dibenarkan atau diharamkan memelihara seekor anjing kecuali yang telah ditentukan oleh Rasulullah karena merasa takut atau khawatir fenomena yang terjadi dibarat bagaimana orang-orang barat hidup satu atap dengan anjing peliharaan mereka, dan menghabiskan jutaan bahkan miliaran dana untuk anjing tersebut, sementara masih banyak manusia untuk makan saja sangat susah (analoginya mereka memuliakan spesis anjing dari pada spesis manusia).  Ini bukan saja berkaitan dengan masalah Taharah –bersuci- akan tetapi berkaitan dengan jiwa, sementara menjaga jiwa dalam islam –hifdunnafs- adalah hukumnya wajib, dalam artian bahwa seorang muslim diharamkan memelihara anjing ketika masih ada saudaranya atau tetangganya yang masih hidup dibawah garis kemiskinan, dengan hujjah atau alasan bahwa menjaga kestabilan kehidupan tetangga-tetangga kita atau saudara-saudara kita baik dalam negeri maupun diluar negeri adalah wajib menjadikan status hukum memelihara anjing itu haram.

Kalau saja kondisi masyarakat muslim sudah memadai baik dari segi ekonomi maupun keamanaan, pada saat itu hukum kebolehan untuk memelihara anjing berlaku dan dapat diterapkan, saya teringat sejarah islam ketika masih dalam naungan Khilafah Islamiyah dibawah komando seorang khalifah umar bin abdul aziz, dimana orang-orang muslim pada waktu itu kewalahan mengeluarkan zakat malnya bukan karena mereka tidak mau mengeluarkan zakat, akan tetapi mereka kesulitan medapatkan mustahiq zakat –orang-orang yang berhak mendapatkan zakat-. Boleh jadi masa itu dibolehkan memelihara anjing sebagai penjaga rumah. Wallahu a’lam bisshawaab.

Terima kasih
Wassalam
A.Aidid



Taro ki ada-ada

HTML Comment Box is loading comments...

Followers